adab murid terhadap guru dalam kitab ihya ulumuddin
1 Guru professional yang ideal yaitu guru yang mempunyai akal cerdas, mempunyai akhlak yang sempurna, dan mempunyai fisik yang kuat. Guru harus mempunyai sifat ini karena dengan akal yang cerdas maka guru akan mempunyai ilmu pengetahuan yang mendalam. Dengan akhlak yang sempurna maka guru akan menjadi teladan yang baik
Apabilakita mau mengamati dengan seksama isi dari hizib-hizib, ratib dan wirid-wirid yang ditulis oleh ulama Sufi, maka bisa dikatakan bahwa ia tersusun dari beberapa ayat-ayat al-Quran, hadits-hadis Nabi, ungkapan para Nabi, Rasul dan orang-orang salih, serta ungkapan ulama sufi itu sendiri. Zikir-zikir ini – baik hizib, wirid, dan ratib
Pondokpesantren Subulussalam secara Geografis terletak di Jawa Timur kabupaten Banyuwangi tepatnya di desa Tegalsari + 7 Km, dari kota Genteng dan + 7 Km dari kota Jajag.. Pondok pesantren Subulussalam didirikan oleh KH. Hambali Mu’thy sekitar tahun 1986/1987, beliau adalah sosok tokoh berasal dari pulau jawa paling ujung timur selatan di
Jikasudah mendapatkan persetujuan dari Mursyid untuk mengangkat kita sebagai salik, kita harus memperhatikan adab-adab sebagai salik pada Mursyid,seperti yang telah penulis simpulkan dari kitab Risatul idabi Sulukil-Murid, Tanwirul-Qulub, dan Iqazhul-Himam, sebagai berikut: (1) Murid/salik harus takzim pada Guru Mursyidnya.
Padatahun 488 H Al-Ghazali pergi menunaikan ibadah haji yang kemudian dilanjutkannya mengunjungi Syam dan Baitul Maqdis kemudian ke Damaskus. Pada masa itulah ia mengarang kitab Ihya’ Ulumuddin. Pada masa itu hidup dengan amat sederhana, berpakaian kasar, mengurangi makan dan minum, banyak mengunjungi masjid dan
DalamTa’lim Mutaa’lim, yang merupakan kitabnya para penuntut ilmu, Sheikh Az-Zarnuji menerangkan tentang bagaimana pentingnya menjaga adab terhadap guru. Dalam uraiannya Sheikh Az-Zarnuji membagi setidaknya ada 9 adab yang harus dipenuhi oleh seorang murid terhadap gurunya. Pertama, ketika seorang guru sedang berjalan, dilarang berjalan
Dalamkitab beliau Ta’lim Muta’alim diterangkan adab murid terhadap guru adalah: a. Seorang murid tidak berjalan di depan gurunya b. Tidak duduk di tempat gurunya Menurut Syeikh Ahmad Nawawi, adab murid terhadap guru antara lain : a. Murid harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan didalam perkara yang halal. b. Murid harus
Diantaranya Setelah sholat subuh KH. Zaenudin Djazuli mengajar Kitab Asymuni Sarah Al fiyah (ilmu lughot). Sore hari KH. Zaenudin Djazuli mengajar Kitab Fathul Qorib (fiqih), Kitab Ta’lim (moral), Kitab Bidayah (tasawuf dasar), dan setelah Maghrib beliau mengajar Kitab Ihya’ Ulumuddin (tasawuf tinggi), Shohih Muslim (Hadis), subhanallah. KH.
Berdasarkanpenjelesan Sa’id Hawwa dalam bukunya yang berjudul “Tazkiyatun Nafs; Intisari Ihya Ulumuddin”, ada sepuluh adab yang harus diperhatikan seorang murid ketika menuntut ilmu 1. mendahulukan penyucian jiwa daripada akhlak yang hina dan sifat tercela karena ilmu merupakan ibadah hati, sholatnya jiwa, dan pendekatan bathin pada Allah.
Mengenaiadab Murid dan Guru Menurut Al-Ghazali, adab murid dan guru itu ada sepuluh bagian: Intisari Ihya Ulumuddin Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, Terj. Aunur Rafiq Shakeh Tahmid, Lc, 2003, Jakarta: Robbani Press Etika Akademis Dalam Islam : Studi Tentang Kitab Tazkir al-Sami wa al-Mutakallim karya Ibn
.
Ethics is a science that studies good and bad deeds in the process of carrying out an activity. Ethics is very important for life, especially ethics in the process of obtaining usefel knowledge. The importance of ethics emphasizes that ethics must be studied and applied, especially in the field of education in the process of gaining knowledge. Thinking about the ethics of elerning and learning, is the figure of Imam al-Ghazali, who is one of the scholars who understands the importance of ethics in a person. So I was interested in researching the thoughts og Imam al-Ghazali. The purpose of this research is to make us more aware of and apply the importance of an ethics that we must cultivate in ourselves, especially in the process of gaining knowlodge. In this study, the author uses quantitavive methods, namely conducting library research with data collection techniques by recording, analyzing, reading, and managing research from various books and scientific works that support this research by prioritizing primary data Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ©2021 The Authors. Published by Medan Re source Center This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Common Attribution License which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya-Ulumuddin Lasmi Rambe Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia PENDAHULUAN Pendidikan sangat diperlukan dalam hidup untuk mengembangkan potensi dalam diri, dan sebagai suatu sistem yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya, serta bisa mengembangkan, mendorong untuk bisa menghasilkan ilmu pengetahuan, kecerdasan berfikir, dan berketerampilan yang baik. Pendidikan adalah suatu proses yang utama untuk mengembangkan potensi individu, agar lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang sempurna Jamali, 1896, p. 3. Dalam proses pembelajaran pasti memerlukan adanya sebuah etika. Etika adalah sifat atau tingkah laku, tabiat atau aturan terkait dengan baik buruk tindakan perbuatan manusia Rahmat Hidayat, 2018, p. 1. Etika sangat penting bagi kehidupan kita, apalagi etika dalam proses memperoleh ilmu yang bermanfaat. Etika merupakan mengamalan dari ilmu, dan sarana mencapai ilmu yang bermanfaat Rahmat Hidayat, 2018, p. 4. Dengan adanya etika akan menjadi pribadi yang adil terus belajar memperbaiki diri untuk menyempurnakan akhlaknya dalam hal apapun. Banyak tokoh Islam yang memiliki kepedulian pemikirannya tentang etika belajar dan pembelajaran, diantaranya adalah Tokoh Imam al-Ghazali, yang merupakan salah seorang ulama yang memahami tentang pengaruh pendidikan pada diri manusia Yaqin, 2004, p. 50. Menurut al-Ghazali akhlak/etika itu didefenisikan tentang kondisi yang menetap didalam jiwa, dimana semua prilaku bersumber darinya dengan penuh kemudahan tanpa memerlukan proses berfikir dan merenung. Apabila kondisi jiwanya menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang baik lagi terpuji, baik secara akal dan syariat, maka kondisi itu disebut sebagai etika yang baik. Tetapi apabila yang bersumber darinya adalah perbuatan yang jelek, maka kondisi itupun disebut dengan etika yang buruk Farhad, 2004, p. 57. Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak/etika bukan sekedar perbuatan, bukan pula sekedar kemampuan berbuat, juga bukan pengetahuan, akan tetapi harus menggabungkan dirinya dengan situasi jiwa yang siap memunculkan perbuatan. Keadaan jiwa itu ada kalanya merupakan sifat alami yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukannya. Perbuatan yang lahir itu akan menjadi tanda dan bukti bahwa seseorang itu mempunyai etika yang baik. Etika sebagai salah satu keseluruhan hidup manusia yang tujuannya adalah kebahagiaan A. Ghazali, 2000. Pentingnya beretika menegaskan bahwa etika itu harus lebih dipelajari dan diterapkan, terutama dalam bidang pendidikan dalam proses meraih suatu ilmu pengetahuan Abdullah, 2002, p. 30. Dengan pentingnya suatu etika maka saya pun tertarik untuk meneliti tentang Etika Murid dan Guru Menurut Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya-Ulumuddin. Ethics is a science that studies good and bad deeds in the process of carrying out an activity. Ethics is very important for life, especially ethics in the process of obtaining usefel knowledge. The importance of ethics emphasizes that ethics must be studied and applied, especially in the field of education in the process of gaining knowledge. Thinking about the ethics of elerning and learning, is the figure of Imam al-Ghazali, who is one of the scholars who understands the importance of ethics in a person. So I was interested in researching the thoughts og Imam al-Ghazali. The purpose of this research is to make us more aware of and apply the importance of an ethics that we must cultivate in ourselves, especially in the process of gaining knowlodge. In this study, the author uses quantitavive methods, namely conducting library research with data collection techniques by recording, analyzing, reading, and managing research from various books and scientific works that support this research by prioritizing primary data Submitted Revised Accepted 01 September 2021 25 August 2021 18 August 2021 Ethics; al-Ghazali; Students and teachers CITATION APA 6th Edition Lasmi Rambe. 2021. Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya-Ulumuddin. Hijaz. 11, 26-33 *CORRESPONDANCE AUTHOR Lasmirambe123 Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitan Ihya-Ulumuddin 27 PEMBAHASAN Biografi Imam Al-Ghazali Al-Ghazali mempunyai nama lengkap yaitu Abu Hamid Muhammad bin muhammad al-Ghazali. Dalam buku Mutiara Ihya-Ulmuddin namanya disebutkan yaitu, ia adalah Zainuddin, Hujjatun Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, at-Thusi an-Naysaburi, al-Faqih, as-Syufi, as-Syafii, al-kota kecil yang terletak di dekat Thus, Provinsi Khurasan, Repubik Islam Iran pada tahun 450 Hijriyah /1058 M Sirajuddin, 2007. Nama al-ghazali berasal dari kata ghazzal, yang artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan ayah al-Ghazali adalah memintal benang wol. Sedangkan Ghazali diambil dari kata Ghazalah, yang artinya sebuah nama kampung kelahiran al-Ghazali, yang terakhir inilah yang banyak dipakai, sehingga namanya pun dinisbatkan kepada pekerjaan ayahnya, atau kepada tempat kelahirannya Nasution, 1999. Ayahnya adalah pemintol wol, dengan kehidupan yang sangat sederhana dan hanya mau makan dari hasil usahanya sendiri, dan sangat gemar mempelajari ilmu Tasawuf, dan juga terkenal pencinta ilmu dan selalu berdoa agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Tetapi ayahnya tidak dapat kesempatan untuk menyaksikan segala keinginan dan doanya tercapai. Ia meninggal sewaktu al-Ghazali dan saudaranya Ahmad masih kecil Hermawan and Sunarya, 1971, p. 18. Sebelum ayahnya meninggal ia menitipkan al-Ghazali dan saudaranya Ahmad kepada seorang Sufi yang juga merupakan kerabat, yang bernama Ahmad ibn Muhammad al-Radzikani, ia adalah merupakan sufi, dengan tujuannya untuk dididik dan dibimbing dengan baik. Pendidikan Imam Al-Ghazali Sejak kecil al-Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu pengetahuan. Karenanya tidak heran jika sejak anak-anak ia telah belajar dengan sejumlah guru dikota kelahirannya Hermawan, p. 11. ia mulai mempelajari ilmu yaitu ilmu Fiqih, dan juga belajar menghafal syair-syair, tentang mahabbah cinta kepada Tuhan, Al--Radzikani. Setelah itu ia pun dimasukkan ke sebuah sekolah yang menyediakan biaya hidup bagi para muridnya. Disini gurunya adalah Yusuf an-Nassj, juga merupakan seorang sufi. setelah tamat ia pun melanjutkan pelajarannya ke kota Jurjan yang ketika itu juga menjadi pusat kegiataan ilmiah. Disini ia mendalami pengetahuan bahasa Arab dan Persia, disamping ia pun belajar pengetahuan agama. Gurunya diantaranya Imam Abu Nasr al- Kemudian dimasa mudanya dalam usia 20-28 tahun ia pun pergi belajar ke Nisyapur, juga di Khurasan, yang pada waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan yang penting di dunia Islam. Kota yang kedua ini ia rajin mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh gurunya yaitu al-Haramain al-Juwaini yang merupakan guru besar di Madrasah al-Nizamiah Nisyapur. Al-Ghazali belajar mengenai Teologi, Hukum Islam, Filsafat, Logika, Sufisme, dan ilmu-ilmu alam Syadani, 1997, p. 178. Dengan kecerdasan dan kemauannya dalam belajar yang luar biasa, al-Juwaini kemudian memberikan gelar Bahrum Mughriq laut yang menenggelamkan. Gurunya begitu membanggakannya sebagai sosok generasi yang mampu menggantikan posisi dan kedudukannya. Setelah Imam al-Juwaini meninggal dunia pada Tahun 478 H 1058 M, al-Ghazali pun meninggalkan Naysapur, kemudian ia berkunjung dan menghadiri majelis Wazir Nizam al- Sunarya, 1971, p. 90. Nizham al-Muluk merupakan posisi strategis yang menjadi tumpuan para ulama yang suka bepergian dan menjadi tempat tujuan para imam serta orang-orang terkemuka. Dari berbagai diskusi dan perdebatan dengan orang-orang terkemuka disana, mereka mengakui keunggulan al-Ghazali. Sehingga namanya terkenal dan tersebar luas Farhad, 2004, p. 4. Untuk itu ia selalu mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang besar sehingga ia tinggal disana selama 6 tahun lamanya. Pada tahun 1090 M Nizam al-Muluk memintanya pergi ke Bahgdad untuk menjadi guru besar pada Madrasah an-Nizmahiyah Nasional, 2001, p. 26. Di Baghdad, popularitas dan derajatnya meningkat dikalangan para penguasa, para menteri, tokoh-tokoh masyarakat, dan para pemegang kekhalifahan/para pejabat Istana. Empat tahun lamanya al-Ghazali memangku jabatan yaitu sebagai pengajar di berbagai tempat, seperti di Bahgdad, Syam, dan Naisaburi, dan dimasa inilah dia banyak menulis buku-buku ilmiah dan Filsafat Hermawan, p. 90. Tetapi keadaan yang demikian tidak selamanya menentramkan hatinya. Di hatinya mulai mucul, inikah ilmu pengetahuan yang sebenarnya? Inikah cara hidup yang diridhai Allah? Bermacam-macam pertanyaan mucul dari hatinya. Akhirnya ia menyingkir dari kursi kebesaran, maka ia meninggalkan Bahgdad, meningggalkan semua kedudukannya, dan menyibukkan dirinya dengan ketakwaan A. Ghazali, 2008, p. 90. 28 Lasmi Rambe Pada tahun 488 H Beliau melaksanakan ibadah haji. Pada tahun 489 H, ia pun pergi ke Damaskus dan tinggal disitu selama beberapa waktu. Kemudian dari Damaskus ia pergi ke Baitul Maqdis, dan mulailah menulis bukunya, Al-Ihya. Ia mulai berjihad melawan hawa nafsu, mengubah akhlak, memperbaiki watak, dan menempa hidupnya. Setelah beberapa waktu di damaskus al-Ghazali kembali kepada tugasnya semula, mengajar di Madrasah Nizamiyah, memenuhi panggilan Fakhr al-Mulk, putra Nizam al-Mulk. Akan tetapi, tugas mengajar tidak lama dijalankan. Ia kembali ke Thus kota kelahirannya. Disana ia mendirikan sebuah halaqah sekolah khusus untuk calon sufi yang diasuhnya sampai ia wafat Nasional, 2001, p. 27. Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya al-Ghazali mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan, dan ia pun sudah memperoleh kebenaran yang hakiki jalan sufi. al-Ghazali pun meninggal dunia dengan tutup usia 55 Tahun tepat pada hari Senin, 14 Jumadil Akhir 505 H/1111 M, dan dikuburkan di Thus Hermawan, p. 90. Al-Ghazali meniggalkan beberapa anak perempuannya, sedangkan anak laki-lakinya Hamid sudah terlebih mendahuluinya. Karya-karya Imam al-Ghazali Al-Ghazali adalah seorang ulama dan pemikir besar dalam dunia Islam yang banyak melahirkan karya tulis. Penguasaan atas ilmu-ilmu yang dimilikinya, dibuktikan secara kuat lewat buku yang ditulisnya. Beliau merupakan seorang yang produktif dalam menulis karya-karya Ilmiahnya. Kitab Ihya-Ulumuddin merupakan karya al-Ghazali yang populer yang memadukan pemikiran Fiqhiyah dengan pemikiran Tasawuf dalam satu gagasan yang utuh. Al-Ghazali menulis hampir 100 buah buku. Bukunya itu meliputi berbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu kalam teologi Islam, Fikih hukum Islam, Tasawuf, Akhlak, dan autobiografi. Karangannya ia tulis dalam bahasa Arab Persia Nasional, 2001, p. 25. Dijelaskan dalam pengantar buku karya al-Ghazali yang berjudul Mutiara Ihya-ulumuddin bahwa al-faqih Muhammad bin al-Hasan bin Abdullah Alhusaini di dalam kitabnya Ath-Thabaqaat al-Aliyyah Fii Manaqibi as-menyebutkan 98 karangan A. Ghazali, 2008, p. 11. As-Subki menyebutkan didalam kitab Thabaqaat As-bahwa karangan Imam al-Ghazali mencapai 58 karangan, sedangkan Thasy Kubra Zadeh menyebutkan di dalam Kitab -Ghazali mencapai 80 kitab. Berikut ini merupakan beberapa warisan dari karya Ilmiah yang paling besar pengaruhnya terhadap pemikiran umat Islam yaitu sebagai berikut 1. Dalam Bidang ilmu Filsafat Tahfut al-Falasifah kekacauan pikiran para Pilosof, Maqasid al-Falasifah Pemikiran para Pil-Ilm kriteria Ilmu-ilmu. 2. Bidang ilmu akhlak dantasawuf Ihya-Ulumuddin menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, Al-Minqidz Min ad-Dhalal penyelamat dari kesesatan, Ayyuhal Walad wahai anak yaitu tentang akhlak seorang anak, Al-Adab fi ad-Din adab dalam Agama, Bidayah al-Hidayah permulaan mencapai petunjuk, Minhajul Abidin pedoman beribadah, Al-Hikmah Fii Makhluqaatillah Azza Wazalla mendekatkan diri kepada Allah, Kimiya as-kebahagiaan,Mijanul Amal timbangan amal, Misyakatul Anwar lampu yang bersinar banyak, Al--Ihya. latihan atas masalah dalam kehidupan. 3. Dalam bidang Ilmu Tafsir Jawahir Al- - bukti kebenaran. 4. Dalam bidang Fiqih/ Ushul Fiqih Al-Mustashfa pilihan, Al-Basith Fii al- -wasith perantara, Khulashah al-Mukhtashar intisari ringkasan karangan, Al-Wajiz surat wasiat, Syifa al-Ghalil fii al-Qiyas Wa at- 5. Dalam bidang Ilmu Kalam Risalah Fii al--aqaid, Iljaamu al-awam dari ilmu kalam, Al-Iqtishad fii al- E. Dinamika dan Tokoh yang Mempengaruhi Pemikiran al-Ghazali Al-Ghazali adalah sosok pemikir dan ulama yang memiliki kontribusi besar terhadap peradaban Islam Hermawan, p. 93, sehingga ia dikenal sebagai Hujjah al-Islam. Edukasi dan karya-karyanya banyak Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitan Ihya-Ulumuddin 29 mengembangkan pemikiran Islam diberbagai bidang ilmu pengetahuan, terutama dibidang ilmu tasawuf. Dinamika pemikiran al-Ghazali sangat identik dengan pemikiran sufistiknya. Al-Ghazali telah berusaha untuk mengubah istilah-istilah yang sulit menjadi mudah bagi pemahaman orang awam karena kepandaian gaya bahasanya. Melalui pendekatan sufistik inilah al-Ghazali berupaya mengembalikan Islam kepada sumber fundamental, serta memberikan tempat kehidupan keagamaan dalam sistemnya. Hal inilah yang menentukan mengapa ajaran-ajaran Tasawuf yang merupakan upaya spritualisasi Islam banyak tersebar diberbagai wilayah dunia Islam hingga sekarang Syukur and Masyharuddin, 2002. Pemikiran sufistik al-Ghazali banyak ia pelajari dari guru-gurunya yang dahulu, seperti Ahmad bin Muhammad al-Radzikani, Yusuf an-Nassj yaitu merupakan seorang sufi. Kemudian ia berguru kepada Imam Haramain a-Juwaini Nizamiyah nisyapur Dedi Supriyadi, 2009. Kecerdasan al-Ghazali sangat disenangi dan dibanggakan oleh gurunya yaitu Imam al-Haramain, dan memberikan gelar kepada al-Ghazali yaitu Bahrum Mugriq laut yang menenggelamkan. Setelah Imam Haramain wafat, al-Ghaz -Ghazali selalu berpindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk mencari suasana baru dalam mendalami ilmu pengetahuan dan mengajarkannya Ahmad, 1975. Kedatangan al-Ghazali disambut oleh Nizam al- untuk menjadi guru Besar di Perguruan Nizamiyah Bahgdad. Pengangkatannya ini didasarkan atas pengetahuannya yang hebat Zar, 2004. Dikota inilah ia menulis buku-buku ilmiahnya, dan mulai berkonflik terutama dengan golongan -Ghazali memahami filsafat dengan seksama, terus mengulang-ulang kajiannya dan meneliti yang terkandung didalam. Pada saat itulah al-Ghazali menyingkap dan membedakan unsur yang benar dan yang Cuma khayatan Abburrazak, 2003. Al-Ghazali tidak menyerang semua cabang filsafat, kecuali tentang Filsafat Ketuhanan. Al-Ghazali melakukan penyerangan kaum filosof karena menurutnya mereka berlebihan menggunakan akal. Dari beberapa sanggahan yang diberikan al-Ghazali, ada tiga pendapat yang dikufurkannya, yaitu Pertama, Tentang paham qadimnya alam. Pahamnya qadim menurut al-Ghazali bahwa alam itu ada dengan sendirinya, tidak diciptakan oleh Tuhan, dan ini bertentangan dengan ajaran Al-Qu menciptakan segenap alam. Menurut al-Ghazali pandangan filosof al-Farabi dan Ibnu sina keliru dalam memaknai -Ghazali menampilkan pandangan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu dengan pengetahuan Kulliyat umum. Ketiga, tentang paham pengingkaran kebangkitan jasmani di Alam Kubur/Akhirat. Para filsuf berpendapat bahwa yang abadi hanyalah roh jiwa, sedangkan jasmani akan hancur dan tidak kekal. Karena itu pembangkitan nanti pada prinsipnya yang esensi dalam diri manusia adalah jiwanya, bukan jasmaninya, tetapi pembalasan ukhwari menuntut pembangkitan jasmani Nasional, 2001, p. 26. Pertingkaian yang terjadi antara al-Ghazali dengan filosof muslim menjadi sejarah yang panjang dalam dunia filsafat. Pada tahun 1095 al-Ghazali pergi meninggalkan Baghdad dan profesinya sebagai guru, dan pergi mengembara dari satu tempat ketempat lain. Keluarganya pun ditinggalkannya setelah diberi bekal secukupnya. Selama 10 tahun ia menjalani kehidupan sebagai seorang sufi, dan banyak yang tidak mengenalnya lagi. Kemudian ia mengurung diri di dalam mesjid Damascus. Disinilah ia menulis kitabnya Ihya-Ulumuddin yang merupakan perpaduan antara fiqih dan Tasawuf. Pengaruh buku ini menyelimuti seluruh dunia Islam dan masih terasa kuat sampai sekarang. Kehidupan al-Ghazali pada masa tuanya telah mantap coraknya menjadi sufi. dan ia berkeyakinan bahwa tasawuf adalah satu-satunya jalan untuk mencapai kebenaran hakikiNasional, 2001, p. 27 . Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Istilah yang menghubungkan pengertian murid yaitu al- orang yang mencari ilmu pengetahuan. Kata inilah yang ditulis al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya- yaitu tentang keutamanan menuntut ilmuIhya. Istilah at- semua orang yang menuntut ilmu pada semua tingkatan. 30 Lasmi Rambe Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi kita, dengan adanya ilmu maka kita akan mengetahui dengan baik dari segala sesuatu, dan bisa memahami dan menyempurnakan dengan penjelasan yang terperinci, dan meyakinkan tanpa kebimbangan dan keraguan dalam memperoleh ilmu A. Ghazali, 2008, p. 27. Orang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT. Kedudukan tersebut diberikan kepada hamba yang mampu menggunakan akal pikirannya dengan baik. Dalil-dalil yang menjadi keutamaan dalam menuntut ilmu dalam kitab Ihya-Ulumuddin yaitu sebagaimana sabda Rasulullah saw A. Ghazali, 2008, p. 463 membentangkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai kerelaan terhadap Pentingnya ilmu pada manusia terutama pada diri kita sendiri, maka haruslah mempunyai ilmu yaitu dengan proses pembelajaran, dengan belajar nantinya kita akan mengetahui tentang ilmu-ilmu yang akan bermanfaat bagi kita kemasa depannya. Dan Allah swt pun sangat memuliakan orang-orang mempunyai ilmu dan akan mengangkat derajatnya karena dengan ilmunya ia akan bisa berfikir dengan jernih tentang apa yang akan dikerjakannya. Sebagaimana firman Allah di dalam Al--dalil keutamaan ilmu seperti dalam QS Al-Mujadilah ayat 11 yang berbunyi A. Ghazali, 2008, p. 23 Yang artinya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan. Guru dalam pandangan al-Ghazali ialah at- yang berarti mengetahui. Dalam kitabnya ditulis yaitu berpengetahuan. Guru adalah orang yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu guru mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Islam. Al-Ghazali berpendapat bahwa guru disebut sebagai orang-orang yang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun. Sebagaimana dalam QS at-Taubah ayat 122 yang berbunyi Yang artinya Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semua pergi kemedan perang. Mengapa sebagian dari setiap golongan antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. Selanjutnya al-Ghazali menyimpulkan dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa guru merupakan pelita siraj segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya nur keilmiahannya. Andai kata seorang guru/pendidik itu tidak ada, maka niscaya manusia seperti binatang, sebab dengan pendidikan adalah upaya untuk mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan baik binatang buas maupun binatang jinak menuju kepada sifat insaniyah dan ilahiyah A. H. M. bin M. al Ghazali, 2008. Adapun keutamaan mengajarkan ilmu itu ditunjukkan dalam firman Allah swt dalam QS al-Imran [3]187 yang berbunyi Artinya Dan ingatlah, ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab yaitu hendaklah kamu menerangkan isi kitab ini kepada manusia, dan janganlah kamu menyimbunyikannya. Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa apabila menyimbunyikan kebenaran dan mereka mengetahui itu, dan dalilnya yaitu tentang keharaman menyimbukan ilmu. Dan siapa-siapa yang menyimbunyikan maka sesungguhnya ia mengetahui, maka ia telah berdosa. Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitan Ihya-Ulumuddin 31 Rasulullah saw bersabda Sesungguhnya Allah SWT dan malaikat dan penduduk langit dan bumi, sehingga semut-semut pada lubangnya, dan ikan-ikan dilautan, mereka akan bershalawat atas manusia yang mengajarkan kebaikan. Dan Rasulullah bersabda akan orang-orang yang berbuat kebaikan yaitu Artinya apabila mati anak adam, maka terputuslah amalnya, kecuali salah satu yang tiga yaitu sedekah Jariyah, atau ilmu yang bermanfaat dengannya, anak anak Sholeh yang selalu mendoakannya. Rasulullah berkata semoga Allah meridhoi Khalifahku. Dan sahabat dari bertanya siapa-siapakah khalifah yang dimaksud ya Rasulullah? Dan berkata Rasulullah, merekalah orang-orang yang mencintai sunnahku dan mengajarkan ilmu kepada hamba--Jabal utnya adalah ibadah, mempelajarinya adalah tasbih, mengkajinya adalah jihad,mengajarkannya adalah sedekah, dan membelanjakan hartanya kepada ahlinya adalah kedekatan qurbah A. Ghazali, 2008, p. 25. Etika Belajar Murid menurut al-Ghazali dalam menuntut ilmu kita haruslah menerapkan adanya sebuah etika dalam pembelajaran. Karena etika seseorang itu merupakan indikator ciri-ciri antara kebahagiaan dan kesuksesannya, dan kurangnya etika merupakan tanda celaka dan binasanya seseorang Jawas, 2016, p. 106. Oleh karena itu seoranng penuntut ilmu wajiblah menjaga adab/etikanya terhadap guru. Diantara etika yang harus diterapkan yaitu dalam kitab Ihya-ulumuddin dijelaskan tentang etikanya seorang murid, dan telah disusun dalam tujuh bagian diantaranya yaitu Pertama, Mendahulukan kesucian jiwa dari pada kejelekan akhlak. Kebersihan yang dimaksud bukanlah dalam bentuk pakaian, melainkan dalam hati. Batin yang tidak bersih tidak akan dapat menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak akan disinari dengan itu karena Allah swt, maka jika ilmu menolak kecuali dengan Allah, yakni ilmu tertolak dan tercegah dari kita, sehingga tidak menampakkan hakikatnya kepada kita. Kedua, Mengurangi hubungan keluarga dan menjauhi kampung halamannya. Maksudnya adalah kita harus mensedikitkan hubungan dengan dunia, dan menjauhi diri dari keluarga dalam menuntut ilmu, sehingga hatinya hanya terikat kepada ilmu. Karena segala hubungan yang mempengaruhi hidup kita, maka kita tidak akan fokus dalam memperoleh ilmu. Dikatakan bahwa ilmu itu tidak memberikan kepadamu sepenuhnya sebelum engkau menyerahkan padanya seluruh jiwamu. Ketiga, Tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan menjauhi tindakan yang tidak terpuji kepada guru. Segala urusan kita harus menyerahkan segala urusannya kepadanya, seperti orang yang sakit menyerahkan urusannya kepada dokter tanpa memutuskan sendiri suatu keperluannya. Keempat, Menjaga diri dari mendengarkan perselisihan diantara manusia. Orang yang pertama kali baru menerjunkan dirinya dalam menuntut ilmu, agar tidak mendengarkan tentang pendapat orang-orang yang berbeda-beda. Hal itu akan mewariskan kebigungan, karena hal yang pertama terjadi adalah kecenderungan pada hatinya, terutama pada pengabaiannya yang akan nantinya menyebabkan kemalasan A. Ghazali, 2008, p. 34. Kelima, Tidak mengambil ilmu terpuji selain mendalaminya hingga mengetahui hakikatnya. Karena dalam mencari dan memilih suatu ilmu, yang terpenting hanya dapat dilakukan setelah mengetahui suatu perkara secara keseluruhan. Keenam, mencurahkan perhatian pada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat. Ketahuilah bahwa semulia-mulia ilmu dan puncaknya adalah adalah pengenalan terhadap Allah SWT. Ilmu merupakan lautan pengetahuan yang tidak diketahui kedalamannya, dan puncak derajat manusia dalam hal ini adalah tingkatan para Nabi dan para wali, kemudian orang yang mengikuti dibawah mereka A. Ghazali, 2008, p. 35. Ketujuh, Hendaklah tujuan seorang murid adalah untuk menghiasi batinnya dengan sesuatu yang mengantarkannya kepada Allah SWT. Dalam hal ini kita akan didekatkan dengan penghuni tertinggi dari orang-orang yang didekatkan al-muqorribun. Dengan menuntut ilmu kita akan dihadapkan dengan orang yang sudah mempunyai ketinggian dalam ilmunya, dan harus dan patut kita tirukan adalah tentang sikapnya dan cara perbuatannya, dengan tidak ada maksud untuk memperoleh kekuasaan, harta, dan pangkat lainnya. Etika Mengajar Guru menurut al-Ghazali adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawa manusia, untuk mendekatkan diri taqarrub kepada Allah SWT. Hal tersebut tujuan utama pendidikan Islam yang utama adalah, upaya untuk mendekatkan diri kepadanya. Barang siapa yang memikul beban pengajaran, 32 Lasmi Rambe maka ia telah memikul perkara yang besar. Maka jagalah etika dan tugasnya seorang guru. Disini akan dipaparkan tentang tugas-tugas seorang guru kepada muridnya. Pertama, Belas kasih kepada murid dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Sebagimana sabda Rasulullah saw A. Ghazali, 2008, p. 36. Sesungguhnya aku bagi kalian adalah seperti bapak terhadap anaknya. Guru adalah bapak rohani bagi muridnya, karena guru yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Karena itu, haknya didahulukan atas hak kedua orang ketuanya. Jika demikian hendaklah murid itu saling mencintai, karena para ulama dan pecinta akhirat mengembara atau berlomba-lomba menuju Allah swt, dan melewati jalan kepadanya dengan meninggalkan dunia beserta ketinggian dan kemasyhurannya untuk mendekat diri kepada Allah. Kedua, Mengikuti teladan Rasulullah saw, yaitu tidak meminta upah. Janganlah meminta upah atas pengajaran. Seorang guru walaupun mempunyai jasa terhadap para murid, namun mereka juga mempunyai jasa terhadapnya, karena dengan keberadaan mereka sebagai sebab yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dengan menanamkan ilmu dan keimanan ke dalam hati mereka A. Ghazali, 2008, p. 37. Ketiga, Tidak meninggalkan Nasihat. Seorang guru harus sebisa mungkin memperhatikan para muridnya dan mendidik dengan benar. Seperti melarang anak muridnya meloncat pada tingkatan sebelum berhak menerimanya dan mendalami ilmu tersembunyi sebelum menguasai hukum-hukum yang jelas. Keempat, Menasihati murid dan mencegahnya dari akhlak yang tercela. Seorang murid apabila melakukan sesuatu perbuatan yang salah, maka yang harus kita lakukan adalah dengan menasihati dengan pelan-pelan, buka dengan secara terang-terangan. Peneguran secara terang-terangan dapat menjatuhkan wibawanya. Hendaklah berlaku lurus terlebih dahulu sebelum memerintahkan anak muridnya berlaku lurus Istiqamah. Jika tidak, maka nasihat itu tidak bermanfaat, karena mengikuti perbuatan lebih berkesan dari pada mengikuti perkataan SIMPULAN Pengertian Murid menurut al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya- tentang keutamanan menuntut ilmu. Istilah at- yang menuntut ilmu pada semua tingkatan. Guru dalam pendapat al-keutamaan mengajar. Maka guru dapat diartikan orang yang mengajar dan orang yang berpengetahuan. Guru adalah orang yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Dalam menuntut ilmu haruslah menerapkan adanya sebuah etika dalam pembelajaran. Etika belajar Murid diantara yaitu Pertama, Mendahulukan kesucian jiwa dari pada kejelekan akhlak. Kedua, Mengurangi hubungan keluarga dan menjauhi kampung halamannya. Ketiga, Tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan menjauhi tindakan yang tidak terpuji kepada guru. Keempat, Menjaga diri dari mendengarkan perselisihan diantara manusia. Kelima, Tidak mengambil ilmu terpuji selain mendalaminya hingga mengetahui hakikatnya. Keenam, mencurahkan perhatian pada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat. Ketujuh, Hendaklah tujuan seorang murid adalah untuk menghiasi batinnya dengan sesuatu yang mengantarkannya kepada Allah SWT. Menurut al-Ghazali, tugas seorang guru yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawa manusia, untuk mendekatkan diri taqarrub kepada Allah SWT. Etika mengajar Guru yaitu Pertama, Belas kasih kepada murid dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Kedua, Mengikuti teladan Rasulullah saw, yaitu tidak meminta upah. Ketiga, Tidak meninggalkan Nasihat. Keempat, Menasihati murid dan mencegahnya dari akhlak yang tercela. REFERENSI Abburrazak, A. B. 2003. Inilah Kebenaran Puncak Hujjah Al-Ghazali untuk Para Pencari Kebenaran. Jakarta Pt Liman. Abdullah, M. A. 2002. Filsafat Etika Islam. Bandung Mizan. Ahmad, Z. A. 1975. Riwayat Hidup Al-Ghazali. Jakarta Bulan Bintang. Dedi Supriyadi. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung Pustaka Setia. Farhad, A. 2004. Menyingkap Rahasia Keajaiban-Keajaiban Ilmu Gaib Laduni Imam al-Ghazali. Surabaya PT Amelia. -Taqwa. Etika Murid dan Guru Menurut Imam Al-Ghazali Dalam Kitan Ihya-Ulumuddin 33 Ghazali, A. H. M. bin M. a Hermawan, H. Filsafat Islam. Bandung Insan Mandiri. Hermawan, H., and Sunarya, Y. 1971. Al-Haqiqah fi Nazri Al -Ghazali. Cairo Dar al- Jamali, M. F. Al. 1896. Filsafat Jawas, Y. bin A. Q. 2016. Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu. Jawa Barat Pustaka at-Taqwa. Nasional, D. P. 2001. Ensiklopedi Islam. Jakarta PT Ichtiar Baru. Nasution, H. 1999. Filsafat Islam. Jakarta PT Gaya Media Pratama. Rahmat Hidayat. 2018. Etika Manajemen Perspektif Islam. Medan Lembaga Peduli pengembangan Pendidikan Indonesia LPPPI. Sirajuddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Syadani, A. 1997. Filsafat Umum. Bandung Pustaka Setia. Syukur, H. A., and Masyharuddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Yaqin, A. M. . 2004. Mendidik Secara Alami. Jombang Lintas Media. Zar, S. 2004. Filsafat Islam filosof dan filasafatnya. Jakarta Raja Grafindo Persada. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this murid dan mencegahnya dari akhlak yang tercelaKetigaKetiga, Tidak meninggalkan Nasihat. Keempat, Menasihati murid dan mencegahnya dari akhlak yang Kebenaran Puncak Hujjah Al-Ghazali untuk Para Pencari KebenaranA B AbburrazakAbburrazak, A. B. 2003. Inilah Kebenaran Puncak Hujjah Al-Ghazali untuk Para Pencari Kebenaran. Jakarta Pt A AbdullahAbdullah, M. A. 2002. Filsafat Etika Islam. Bandung A AhmadAhmad, Z. A. 1975. Riwayat Hidup Al-Ghazali. Jakarta Bulan SupriyadiDedi Supriyadi. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung Pustaka Ulumuddin. Qairo Mesir Daar al-TaqwaA GhazaliGhazali, A. 2000. Ihya' Ulumuddin. Qairo Mesir Daar GhazaliGhazali, A. 2008. Mutiara Ihya' Ulumuddin. Bandung Pendidikan Dalam Al Qur'anM F JamaliAlJamali, M. F. Al. 1896. Filsafat Pendidikan Dalam Al Qur'an. Surabaya Bina dan Akhlak Penuntut IlmuY JawasJawas, Y. bin A. Q. 2016. Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu. Jawa Barat Pustaka Manajemen Perspektif Islam. Medan Lembaga Peduli pengembangan Pendidikan Indonesia LPPPIRahmat HidayatRahmat Hidayat. 2018. Etika Manajemen Perspektif Islam. Medan Lembaga Peduli pengembangan Pendidikan Indonesia LPPPI.
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam pandangan islam,orang yang paling bertanggung jawab dalam perkembangan anak adalah orang tua,anak adalah bagian aset orang tua yang terpenting yang harus dirawat dan dijaga islam juga memandang pendidikan memiliki pengaruh yang besar dalam mengembangkan dan mengubah diri itu, kewajiban terpenting bagi orang tua terhadap anaknya adalah pendidikan,hal ini melibatkan beragam usaha dalam pengertian bahwa seluruh sikap dan tingkah laku orang tua harus diarahkan untuk memberikan pendidikan kepada anak secara tepat dan anak adalah merupakan wujud dari sikap dan prilaku orang tua,namun bila orang tua tidak ada waktu dalam memberikan pendidikan kepada anaknya,maka wajiblah orang tua memasrahkan kapada orang lain untuk mendidik anaknya,dalam hal ini adalah guru. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan diantara pendidikan bagi anak,yaitu Murid, Guru, dan orang tua. Dikatakan bahwa guru adalah Abu al-ruh atau abu fi ad-din bagi murid. Sedangkan orang tua adalah Abu al jasad bagi murid itu sendiri. Artinya bila seorang murid hendak mendapatkan ilmu manfaat derajat kemuliaan diakhirat, maka hendaknya berbakti sepenuhnya kepada guru,dan bila hendak mendapatkan kelapangan rizki maka hendaknya berbaktilah sepenuhnya kepada orang tua.[1] Guru adalah wakil dari orang tua,yang telah memasrahkan kepadanya dan juga merupakan faktor terpenting atas berhasil dan tidaknya murid dalam menekuni pendidikannya,karenanya guru juga ikut bertanggung jawab dalam mengoptimalkan upaya perkembangan seluruh potensi murid,baik potensi kognitif,psikomotorik, maupun afektif. Sesuai dengan nilai-nilai islam. Sehingga selain sebagai pengajar, guru juga sebagai pendidik yang bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi murid dapat teraktualisasikan secara baik dan dinamis.[2] Islam sangat menghormati dan menghargai orang-oramg yang mengemban amanat dalam nasyri ilmi,dalam hal ini adalah guru, karena guru harus mampu dan berusaha sekuat tenaga dalam mencapai keberhasilan anak didiknya yang beriman menurut ukuran-ukuran moral dan etis. Selain guru, murid juga merupakan faktor penting dalam dunia pendidikan, tanpa murid maka tidak akan terlaksana proses pendidikan. Banyak terjadi pada masa lalu,alur dari pengembaraan pencarian ilmu yang tidak dapat dirasakan apalagi diserap dan diamalkan, hanya karena tidak tahu jalan untuk mendapatkan ilmu tersebut dan salah satu jalan untuk mendapatkan sebuah ilmu adalah membina hubungan, terlebih dalam adap dan tata krama antara murid dan guru. Etika atau adap maupun tata krama adalah istilah yang sama, untuk dipahami dan diresapi juga diamalkan oleh murid terhadap gurunya dan guru terhadap muridnya, apalagi di era globalisasi ilmu pengetahuan dan tehnologi berkembang sangat cepat dan hal ini juga menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula, dimana banyak dampak negatif terhadap murid, yang dalam hal ini murid sudah berani meninggalkan etika terhadap gurunya. Satu contoh murid sudah berani menyamakan guru pada posisi temannya dan banyak murid yang meremehkan gurunya. Sebaliknya pada masa sekarang tidak sedikit guru yang memberika hukuman terhadap muridnya, berbuat tidak senonoh dan sebagainya, padahal bila guru kencing sambil berdiri, maka murid akan kencing sambil berlari dan yang perlu kita ingat bahwa guru harus dapat digugu dan ditiru.[3] Untuk itu seorang guru harus dapat melaksanakan wadzifahnya dengan baik, selain penguasaan bahan dan materi seorang guru harus dapat dibuat contoh dan suri tauladan anak didiknya. Atas dasar tersebut banyak ahli pikir salaf membahas tentang etika murid dan guru dalam mencapai kesuksesan pembelajaran. Salah satunya Hujjah Al-Islam Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Dalam konteks ini, maka mencernati, memahami, dan mengevaluasi pemikiran al-Ghozali tentang adap murid dan guru adalah menarik untuk dibahas. B. PENEGASAN ISTILAH Agar dapat dipahami dengan baik dan tidak mengaburkan pembahasan, maka kiranya penulis berikan batasan dan penegasan istilah yang akan dipakai dalam skripsi tentang pemikiran Al-Ghozali tentang Adap Murid dan Guru Dalam Kitab Ihya’ Al-Ulumuddin juz I. 1. Al-Ghozali Al-Ghozali adalah salah satu ulama’ klasik yang hidup antara tahun 450-505 / 1058 – 1111 M. Beliau mempunyai nama lengkap Al-Imam Zainuddin Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali Ath-Thusi An-Naisaburi Al Faqih Ash-Shufi Asy-Syafi’ Al-Asy’ari.[4] 2. Adap Murid Dalam kamus bahasa Indonesia terbaru, Adab adalah kesopanan.[5] Sedangkan yang dimaksud adap murid disini adalah etika atau yang harus dimiliki oleh seorang murid atau siswa peserta didik yang menimba ilmu-ilmu agama atau yang belajar di lembaga-lembaga pendidikan islam. 3. Guru Dalam bahasa indonesia terbaru, guru adalah orang yang kerjanya mengajar.[6] Sdangkan yang dimaksud guru disini adalah orang yang mengajar ilmu-ilmu agama islam di lembaga-lembaga pendidikan islam. 4. Kitab Ihya’ Al-Ulumuddin Adalah salah satu kitab karya imam Al-Ghozali, yang menjelaskan beberapa hal , antara lain hal ibadah, adab mu’amalat, ilmu, munjiyat, hikmah, pendidiksn dan yang lainya secara lengkap.[7] Jadi yang penulis maksud dengan judul “konsepsi Al-Ghozali Tentang Adap Murid dan guru dalam kitab ihya’ ulumuddin juz I” adalah etika seorang guru dan murid dalam proses belajar keberhasilan suatu pembelajaran itu tergantung bagaimana membina hubungan antara guru dan murid, terlebih terhadap adap dan tata krama diantara keduanya, maka hal ini akan ditemukan gambaran secara utuh dan komprehensif tentang konsep dan pemikiran Al-Ghozali berkaitan dengan adap murid dan guru dalam proses belajar mengajar tersebut dalam kitab karangannya yaitu kitab ihya’ ulumuddin. C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas, maka pokok masalah yang mucul adalah sejauh mana hubungan murid dan guru hingga dapat menghasilkan ilmu yang dapat dirasakan dan dinikmati baik di dunia maupun di akhirat, juga oleh guru dalam mentransfer ilmu dapat diterima murid dengan baik ,hingga dapat mengamalkannya. Menurut Imam Ghozali, untuk mencapai jawaban atas pokok masalah tersebut, maka pertanyaan dibawah ini perlu diangkat sebagai sarana untuk menjawab pokok masalah tersebut, yaitu sebagai berikut 1. Bagaimana konsep adap murid menurutimam Al-Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz 1? 2. Bagaimana konsep adab guru menurut imam Al-Ghozali Ihya’ Ulumuddin Juz 1? 3. Apa relevansi konsep adap murid dan guru dalam pencapaian belajar mengajar dewasa ini di indonesia, terutama dalam nilai-nilai adab ? D. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan penelitan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut 1. Untuk memahami konsep adap murid menrut Al-Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz 1. 2. Untuk memahami konsep adap guru menurut Al-Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz 1. 3. Untuk menemukan relevansi konsep adap murid dan guru menurut al-Ghozali dengan pendiikan adap di indonesia saat ini. E. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat atau kegunaannya,anatara lain 1. Secara teoritik, dapat menyumbangkan khazanah intelektual islam khususnya dalam pendidikan islam 2. Secara praktis, dapat memberi wawasan dan pedoman bagi para peserta didik, baik murid maupun guru dalam rangka mencari pola hubungan yang ideal berbasis adab islami. F. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian adalah 1. Jenis dan pendekatan penelitian Jenis penelitian ini merupakan library research penelitian pustaka, yaitu suatu uasaha untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan serta menganalisis suatu permasalahan melalui sumber-sumber kepustakaan, penulis menggunakan study kepustakaan atau library research ini dimaksudkan untuk memperoleh dan menela’ah teori-teori yang berhubungan dengan topik dan sekaligus dijadikan sebagai landasan teori.[8] Sebagai penelitian yang bercorak analisis kritis terhadap pemikiran seorang tokoh, maka penelitian ini menggunakan pendekatan historis atau pendekatan sejarah, yaitu penyelidikan yang kritis terhadap keadaan-keadaan, perkembangan-perkembagan, serta pengalaman dimasa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati tentang bukti validitas dari sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber keterangan tersebut,[9] sehingga setting sosial intelektual dimana ia hidup dalam hal ini pemikiran Al-Ghozali tentang adap murid dan guru menjadi faktor penting dalam penelitian ini. 2. Sumber data Jenis penelitian ini adalah library research penelitian pustaka, maka data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka adalah berupa sumber data primer dan sumber data sekunder, yaitu sebagai berikut a. Sumber data primer data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada subjek informasi yang di cari.[10] sumber data primer dalam penelitian ini meliputi satu kitab yakni kitab ihya’ ulumuddin, juz awal, rubu’ pertama, bafian al-ilm,bab khomis, tentang adap murid dan guru, hal 43-52, karya Hujjah AL –islam Abu Hamid Al-Ghozali. b. Sumber data skunder data skunder adalah data yang di peroleh dari pihak lain, tidak langsung dari subjek penelitiannya, tetapi dapat mendukung atau berkaitan dengan tema yang diangkat.[11] Dalam penelitian ini data skundernya adalah antara lain Ta’limul mutallim karya Syeh Az-Zarnuji,Syarah Ta’limul Muta’alim karya Syeh Ibrahim Bin Ismail,Adabul Adim Wal Muta’allim karya Syeh Hasyim Asy’ari,Ad-Durroh Al-Mafakhiroh,Ithaf as-Sadah al –Muttaqin,Ayyuhal Walad al-Mhib karya Al-Ghozali,Tokoh-tokoh pendidikan islam di zaman jaya karya H. Nasruddin Thoha dan yang lainnya. 3. Tehnik pengumpulan data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada hubungan antara tehnik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin di data tak lain adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan tehnik dokumenter,tehnik dokumenter merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis,seperti arsip-arsip,dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian,[12] yakni penulis mengumpulkan buku-buku yang yang ada hubungannya dengan pembahasan penulisan skripsi, dalam hal ini adalah kitab ihya’ ulumuddin juz I sebagai sumber utama,penelitian kepustakaan dengan menganalisa terhadapnya dan sumber lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pembahasan, yaitu adab murid dan guru menurut pandangan Al-Ghozali dalam kitab ihya’ uluddin juz I. 4. Tekhnik Analisis Data Dalam analisis data, penulis menggunakan metode diskriptif analisis yaitu, suatu usaha untuk mengumpulkan data dan menyusun data kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data tersebut.[13] Dalam hal ini dimaksudkan untuk membuka pesan yang terkandung dalam bahasa teks, terutama kitab ihya’ ulumuddin bagian bab adab al-alim wal mutaaliim. Selanjutnya untuk mengkaji relevansi konsep adap hubungan murid dan guru menurut Al-Ghozali dengan pendidikan moral dan etika di indonesia saat ini, dilakukan analisis komparasi atau perbandingan yaitu, membandingkan terhadap beberapa segi data lain, situasi lain, dan konsepsi filosofi lain.[14] Untuk membandingkan antara konsep etika tersebut dengan kondisi pendidikan di indonesia saat ini. Jepara,07 November 2011 peneliti [1] AL-Zarmuji,Ta’limul muta’allim Semarang, Usaha Keluarga [2] Piet A Sehertian,Ida A Sehertian,Supervisi pendidikan, Jakarta Rienika Cipta, 1992, hlm 39 [3] Abi Hamid al –Ghozali 2 , Ihya’ Ulumuddin, Mesir Maktabah Isa al-Baby, [4] Al-Ghozali 3, Al-durroh Al-Fakhiroh, Bairut Mu’asasah Al-kutub Al-Tsiqofiyah,1992, hlm 6 [5] Suharto,Drs, Tata Irianto, Kamus Besar Bahasa Ndonesia Terbaru ,Surabaya Indah, 1989, [7] Sayyid Muhammad bin Muhammad, Ithaf as-Sadah AL-muttaqin Bairut Dar L fikr , [8] Hadi,MA, Metodologi research I,Yogyakarta Andi Ofset,1997, cet 25, [9] A. Nevins,Master’s Essay in History, Colombia Unis. Press, New York,1993 [10] Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar Ofifset, 2004, hlm. 91 [12] Drs. Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta 2004 [13] Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik Bandung Transito, 1998, hlm. 139 [14] Anton Bekker, Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990. Hlm. 111
- Adik-adik dalam kesempatan kali ini kita akan membahas tentang adab murid terhadap guru dalam kitab Ihya Ulumuddin. Adab murid terhadap guru merupakan suatu hal yang menjadi sorotan dalam era saat ini. Banyak sekali kita dengar perilaku tidak terpuji yang dilakukan oleh seorang murid terhadap gurunya. Padahal kita semua tahu bahwa guru adalah orang tua kita yang harus kita hormati, seperti kita menghormati ayah dan ibu. Beliau merupakan salah satu orang yang paling berjasa dalam hidup kita. Lalu, bagaimana adab murid terhadap guru dalam kitab Ihya Ulumuddin. Simak penjelasannya berikut ini ! Baca Juga 10 Hadits Tentang Adab Terhadap Guru yang Perlu Kamu Ketahui Adab murid terhadap guru dalam kitab ihya ulumuddin yaitu 1. Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan tercela Adab murid terhadap guru dalam kitab ihya ulumuddin yang pertama yaitu mendahulukan kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan sifat-sifat yang tercela. Hal ini bertujuan untuk memperoleh ilmu dalam kondisi suci batin, tidak dalam sifat hina dan tercela. Baca Juga Apakah Anak Perempuan Membuka Pintu Surga untuk Ayahnya? Ini 2 Hadits Penjelasannya 2. Menghindari hal-hal yang buruk Adab murid terhadap guru yang kedua yaitu menghindari hal-hal yang buruk. Hal buruk yang dimaksud adalah keterpautan dengan urusan dunia. Dengan meninggalkan urusan dunia, murid akan lebih fokus dalam menuntut ilmu. 3. Tidak sombong Adab murid yang ketiga yaitu tidak sombong. Tidak sombong karena ilmunya yang dimiliki saat ini lebih tinggi dari gurunya dan tidak menentang guru namun diserahkan semua urusan kepada gurunya. Rasulullah SAW. bersabda yang artinya sebagai berikut Terkini
Terbit 25 October 2021 Oleh Kategori Ihya 'Ulumuddin Tata krama atau adab yang semestinya dijalankan oleh para guru dan murid adalah sebagai berikut KEWAJIBAN SEORANG MURID Pertama Menjaga diri dari kebiasaan rendah diri dan perilaku tercela. Rasulullah SAW bersabda, “Agama ditegakkan atas kebersihan. Maka kebersihan lahir dan kesucia batin dibutuhkan”. Usaha murid untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan adalah amalan hati. Sholat dan ibadah fardhu ain lainnya dikerjakan oleh tubuh, sedangkan untuk memperoleh ilmu dari seorang guru tidak dapat dicapai tanpa menyingkirkan kebiasaan buruk dan sifat-sifat jahat. Ibnu Mas’ud RA pernah berkata, “Ilmu tidak diraih dengan banyak belajar. Ia adalah Cahaya nur yang dipancarkan ke dalam dada”. Kedua Mengurangi keterpautannya pada urusan duniawi semata dan berusaha mencari tempat belajar yang jauh dari kerabat dan kampung halaman karena ilmu tak mungkin diperoleh di lingkungan yang demikian. Ketiga Bersikap tawadhu’ atau tidak meninggikan diri dihadapan gurunya. Ilmu tidak akan dapat diraih kecuali dengan kesederhanaan dan kerendahan hati. Apa saja yang dianjurkan oleh guru, murid harus mengikutinya dan mengesampingkan pendapat pribadinya. Murid hanya boleh bertanya perihal perkara yang diijinkan oleh gurunya saja. Keempat Ia tidak terlalu memberikan perhatian kepada perbedaan antara ilmu duniawi dan ilmu ukhrawi, karena itu bisa menggerus hatinya hingga kehilangan semangat untuk mempelajari ilmu. Ia pertama-tama harus mengindahkan ucapan gurunya dan tidak boleh mempermasalahkan berbagai mazhab. Kelima Tidak boleh meninggalkan satu cabang ilmupun. Ia harus bersemangat untuk mempelajari berbagai cabang ilmu karena setiap cabang ilmu sesungguhnya saling membantu dan berhubungan erat. Keenam Tidak boleh mempelajari atau mendalami beberapa atau semua cabang ilmu dalam satu waktu. Ia harus mempelajari dahulu ilmu yang terpenting bagi kehidupannya. Sedikit ilmu jika diperoleh dengan semangat dan gairah, Insya Allah akan menyempurnakan hati kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya. Ilmu yang tertinggi dan termulia adalah ilmu mengenal Allah ma’ rifatullah. Ketujuh Tidak boleh mendalami cabang ilmu baru hingga ia menguasai dengan baik cabang ilmu sebelumnya. Satu cabang ilmu umumnya menjadi pengatur dan penuntun bagi cabang ilmu lainnya. Kedelapan Mengetahui sebab-sebab suatu ilmu mulia dikenal. Suatu ilmu yang mulia dapat dikenali dari dua hal yaitu kemuliaan hasilnya dan Kekuatan prinsip-prinsipnya. Sebagai contoh pada ilmu agama dan ilmu kedokteran. Hasil dari agama adalah untuk mendapatkan kehidupan yang kekal dan hasil dari ilmu kedokteran adalah memperoleh kehidupan sementara di dunia. Dari sini tampak jelas bahwa ilmu dengan hasil mengenal Allah, Rasul-Nya, malaikat-Nya, kitab-Nya adalah ilmu yang paling mulia, demikian pula dengan cabang-cabang ilmu penunjangnya. Kesembilan Mempercantik hati dan tindakan dengan kebajikan, menggapai kedekatan dengan Allah SWT dan malaikat-Nya serta bersahabat dengan orang yang dekat dengan Allah SWT. Derajat tertinggi iman seseorang dimiliki oleh para Nabi, kemudian para Wali, lalu para Alim Ulama yang mendalam ilmunya, dan terakhir orang-orang saleh yang mengikutinya. Kesepuluh Memusatkan perhatian pada tujuan utama ilmu. Dunia dan seisinya beserta tubuh ini sudah selayaknya dijadikan kendaraan’ untuk menggapai tujuan utama ilmu yang kita pelajari kelak, yaitu Allah SWT dan tidak ada apapun selain Allah SWT. KEWAJIBAN SEORANG GURU Seseorang yang dikaruniai ilmu yang mendalam, dicerminkan dengan tindakan yang mulia dan mengajarkannya kepada orang lain dipandang lebih mulia daripada para malaikat langit dan bumi. Mereka ini diibaratkan seperti matahari yang menyinari diri sendiri dan memberikan sinarnya kepada alam semesta. Manusia seperti ini laksana kesturi, ia sendiri berbau harum namun juga menebarkan keharumannya kepada orang lain. Orang seperti inilah yang layak dijadikan Guru. Pertama Memperlihatkan kebaikan, simpati dan bahkan empati kepada para muridnya dan memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri. Seorang Guru adalah sebab dari kehidupan kekal kelak. Karena ajaran para Guru inilah murid akan mengetahui dan ingat akan kehidupan akhirat. Seorang Guru dinilai akan membinasakan diri dan juga muridnya apabila ia mengajar demi dunia ini. Guru yang berorientasi akhirat tidak akan punya rasa benci, iri dan dengki terhadap muridnya dan siapapun juga. Kedua Mengikuti teladan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Ia tidak boleh mencari imbalan dan dan upah di dalam mengajar selain mendekatkan diri kepada Allah dan mentauladani apa yang dilakukan Rasulullah SAW. Ketiga Tidak boleh menyembunyikan nasihat atau ajaran untuk diberikan kepada murid-muridnya. Setelah selesai menyampaikan ilmu-ilmu lahiriyah, seorang Guru haruslah menyampaikan ilmu-ilmu batiniah bahwa tujuan Pendidikan adalah mendekat kepada Allah SWT, bukan mengejar kekuasaan atau kekayaan. Keempat Mencegah murid-muridnya dari memiliki watak dan perilaku jahat dengan penuh kehati-hatian dan dengan cara sindiran, dengan cara simpati bukan keras dan kasar. Kelima Tidak boleh merendahkan ilmu lain dan Guru lain dihadapan para muridnya. Seharusnya Guru suatu ilmu tertentu menyiapkan murid-muridnya untuk belajar lanjutan ilmu-ilmu lainnya dan seterusnya, sehingga tidak punya waktu untuk menceritakan hal yang tercela terkait ilmu lain dan Guru lain. Keenam Mengajarkan murid-muridnya hingga batas kemampuan pemahaman mereka. Apa yang diketahui seorang Guru tidak mesti semuanya disampaikan kepada murid-muridnya sekaligus. Kebijaksanaan lebih bernilai daripada permata sekalipun. Ada peringatan bahwa lebih baik menjaga ilmu dari orang-orang yang bisa menjadi hancur karena memilikinya. Memberikan sesuatu kepada orang yang tidak berhak atas suatu ilmu sama atau tidak memberikannya kepada orang yang berhak adalah sama-sama zalim. Ketujuh Mengajarkan kepada para murid yang terbelakang hanya sesuatu yang jelas dan sesuai dengan tingkat pemahamannya yang terbatas tersebut. Orang acapkali mengira bahwa kebijaksanaan, ilmu dan tindakannya sempurna. Orang terbodoh adalah orang yang merasa puas dengan diri dan pengetahuannya serta menganggap bahwa akalnya sempurna. Kedelapan Guru haruslah mempraktekkan apa yang diajarkan dan tidak boleh berbohong dengan apa yang disampaikannya. Guru dapat diibaratkan seperti tongkat dan murid adalah bayangan dari tongkat tersebut. Bagaimana mungkin bayangan sebatang tongkat bisa lurus apabila tongkat itu sendiri bengkok? اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ Klik disini apabila ingin memiliki kitabnya
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 150 ANALISIS MATERI AKHLAK MENGENAI ADAB GURU DAN ADAB MURID DALAM KITAB BIDAYATUL HIDAYAH UNTUK MEMBINA KARAKTER SISWA MI Iim Fitriyani1.. Asis Saefuddin 2. Sani Insan Muhamadi 3 1Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 2Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 3Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung E-Mail Iimfitiyani05 Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya adab di kalangan pelajar dan pendidik di Indonesia. Banyak kasus-kasus yang beredar di beberapa tayangan televisi dan media cetak tentang banyaknya pelajar yang tidak mempunyai sopan santun kepada gurunya dan berbagai tindakan menyimpang guru terhadap muridnya. Tujuan penelitian ini adalah agar guru dan murid mampu menerapkan adab-adab dalam kitab Bidayatul Hidayah, terutama di lingkungan sekolah. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan Library research. Metode ini merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah, menganalisis dan lebih menekankan pada analisis yang bersifat deskriptif, teoritis dan filosofis serta tidak perlu turun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian ini menunjukkan ada beberapa adab yang harus dimiliki oleh seorang guru dan murid berdasarkan dalam kitab Bidayatul Hidayah. Selain itu, seorang guru Muallim harus memiliki sifat yang berwibawa dan mampu membimbing muridnya. Sedangkan KD dan KI yang ada di dalam buku Akidah akhlak kelas satu MI menunjukkan kesesuaian kitab Bidayatul Hidayah mengenai adab-adab yang harus dilakukan oleh seorang murid kepada gurunya, dengan materi akidah akhlak yang ada di Madrasah Ibtidaiyah kelas satu ini. Kitab bidayah bisa digunakan sebagai bahan ajar di sekolah. Hal ini dapat diimplementasikan ketika proses belajar mengajar, seperti berbicara saat diskusi dan bertanya. Kata kunci Adab Guru dan Murid, Kitab Bidayatul Hidayah, Membina Karakter Siswa MI Abstract This research was motivated by the low level of manners among students and teachers in Indonesia. Many cases are circulating on several television shows and printed media about, many students who do not have manners to their teachers and also several teachers’ deviant behaviors towards their students. The aim of this research was to make teachers and students be able to apply the manners contained in Bidayatul Hidayah book, especially in the school environment. The method used was library research method. This method is a method related to data collection by reading, studying, analyzing and more emphasizingAL-TARBIYAH JURNAL PENDIDIKAN The Educational Journal Vol. 30 No. 2, December 2020 Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-160 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 151 on the analysis that is descriptive, theoretical and philosophical in nature and going to the field to collect data is not needed. The results of this study indicate that there are several manners that must be possessed by teachers and students according to Bidayatul Hidayah book. Beside that, a teacher Muallim must have an authoritative character and be able to guide his students. Meanwhile, the Basic Competencies KD and Core Competencies KI in the first grade of Madrasah Ibtidaiyah's Akidah morals book show the suitability of the Bidayatul Hidayah book regarding the manners that must be carried out by a student to his teacher, with the material of akidah morals in the first grade of Madrasah Ibtidaiyah. Bidayah book can be used as a teaching material at school. This can be implemented during the teaching and learning process, such as speaking in discussions and asking questions. Keywords Manners of teachers and students, Bidayatul Hidayah book, Guiding characters of Madrasah Ibtidaiyah’s students PENDAHULUAN Pendidik dan peserta didik memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan pendidikan, dan merupakan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Meskipun tidak tersedia bangunan kelas, laboratorium, gedung olah raga dan peralatan sekolah yang cukup memadai, proses pendidikan akan tetap berjalan meskipun melewati beberapa kendala. Namun, apabila tidak ada pendidik dan peserta didik, proses pendidikan tidak akan berlangsung Nata, 2001. Pendidik merupakan orang yang memberikan sesuatu berupa ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan, kepada seseorang di lingkungan sekitar, baik lingkungan sekolah, keluarga ataupun masyarakat Maragustam, 2010. Pendidik menjadi unsur penunjang berhasilnya proses pembelajaran dan akan menghasilkan generasi yang unggul dan peserta didik murid. Keduanya merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu lembaga Pendidikan. Salah satu aspek yang berkaitan dan harus diperhatikan adalah adab. Adab merupakan salah satu inti dari pendidikan karena apabila kita menggunakan adab dalam kehidupan maka nilai kebaikan akan tertanam dalam diri kita dan akan menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur Al-Attas, 1992. Hubungan antara guru dan murid memiliki peran yang sangat penting bagi berlangsungnya proses pembelajaran dan tercapainya tujuan pendidikan dan menciptakan generasi yang bekarakter. Hubungan yang harmonis antara guru dan murid pada saat proses pembelajaran berlangsung diperlukan, begitupun sebaliknya. Dengan demikian baik guru maupun murid harus memakai adab atau etika baik pada saat pembelajaran berlangsung maupun di luar jam pelajaran Abdullah, 2016. Adab dan akhlak merupakan satu kesatuan yang yang saling berkaitan. Apabila kita memiliki adab yang baik, baik itu kepada Allah Swt, orang tua, guru dan kepada saudara kita yang lain, akhlak yang kita miliki akan baik. Dengan adab seseorang muslim akan terlihat mulia dihadapan Allah SWT dan Rasul-Nya begitupun di hadapan manusia. Hanafi, 2017. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Abdullah, 2016 jelas bahwa suatu pendidikan Islam memiliki empat unsur yaitu pendidik, peserta didik, tujuan dari pendidikan itu sendiri, serta adab yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut. Unsur-unsur tersebut merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu dari ke-empat unsur tersebut tidak ada atau hilang Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 152 maka suatu pendidikan tidak akan berjalan dengan lancar dan hilang pula hakikat dari pendidikan itu sendiri. Kurangnya adab pada zaman sekarang ini berpengaruh terhadap karakter siswa. Banyak sekali kasus-kasus yang beredar di beberapa tayangan di televisi dan media cetak mengenai perilaku atau perbuatan-perbuatan yang tidak bermoral, misalnya perbuatan yang dilakukan oleh seorang guru ataupun seorang murid seperti banyaknya siswa maupun mahasiswa yang tidak mempunyai sopan santun dalam berbicara kepada gurunya, berperilaku menyimpang, dan memakai pakaian yang tidak sesuai dengan anjuran Islam, dan melanggar akhlak. Hal ini menunjukan kurangnya moral, akhlak dan adab seseorang Noer & Sarumpaet, 2017. Perbuatan tersebut sangat menunjukan kurangnya bimbingan karakter ataupun akhlak yang dimiliki oleh seseorang. Karena selama ini proses pembelajaran yang berlangsung lebih menitik beratkan pada kemampuan kognitif saja, ranah karakter tidak diperhatikan dengan sangat jeli Ainiyah, 2013. Menurut Muhamadi, 2015 krisis karakter masih menjadi permasalahan utama bangsa ini, karena pembinaan moral yang kurang dan lunturnya sikap kepedulian sosial. Salah satu yang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah tersebut selain orang tua yaitu lembaga pendidikan. Pengembangan karakter moral pribadi anak merupakan prasyarat penting untuk kelanjutan peradaban, dan pendidikan merupakan komponen pentig dari proses tersebut Gogo, 2020. Kita dapat melihat kasus-kasus yang terjadi akibat tidak adanya adab atau sopan santun yang baik, baik dari seorang guru ataupun murid, sehingga interaksi antara guru dan murid tidak berlangsung baik dan akan mengganggu proses dan tujuan pembelajaran. Ada guru yang berbuat tidak pantas kepada muridnya, ada yang menyiksa muridnya. Begitupula dengan murid yang berkelahi dengan sesama temannya dan ada juga murid yang meyiksa guru nya. Hal ini sudah sangat jelas bahwa kurangnya adab yang mereka miliki, sehingga berdampak pula pada perilaku atau karakter yang dimiliki oleh setiap individu. Diantara contoh yang menunjukan kurangnya hubungan yang baik antara guru dan murid yang terjadi disekitar kita, misalnya seorang Guru SMAN 1 Torjun yang tewas akibat dipukuli oleh muridnya Ramadhan, 2018. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan siswa tetapi ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, misalnya, kurangnya guru dalam melakukan pendekatan kepada siswa yang memiliki perilaku menyimpang. Pembahasan adab guru dan murid telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan Islam terdahulu, salah satunya ialah Imam Al-Ghazali yang membahas tentang adab guru dan murid dalam kitab yang di tulisnya yaitu Bidayatul Hidayah. Kitab Bidayatul Hidayah ini membahas tentang amalan-amalan yang harus dilaksanakan oleh umat muslim dengan diperkuat oleh ilmu tasawuf. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji ulang pemikiran dari Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah mengenai adab yaitu sopan santun berinteraksi yang harus dilakukan oleh guru maupun murid pada saat pembelajaran maupun diluar pembelajaran, agar tujuan pendidikan dapat berjalan lancar dan menciptakan generasi yang berkarakter. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitiatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada teori-teori naturalistik yang artinya penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah dan peneliti berperan sebagai instrumen Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 153 kuncinya dan tidak dapat diselesaikan dengan uji statistik Sugiyono, 2017. Sedangkan metode yang digunakan peneliti adalah metode kepustakaan Library research. Metode kepustakaan ini merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah, menganalisis, dan pengolahan dengan menggunakan metode kepustakaan ini lebih menekankan pada analisis yang bersifat deskriptif, teoritis dan filosofis. Dalam metode kepustakaan ini peneliti tidak perlu turun ke lapangan untuk dapat menghasilkan dan mengumpulkan data. Peneliti cukup menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti buku ataupun bahan kepustakaan yang lainnya sebagai data untuk diteliti. Instrumen utama pada penelitian ini adalah manusia sebagai peneliti yang artinya peneliti harus memperhatikan kemampuan yang dimilikinya dalam hal bertanya, mencari tahu, melacak, mengamati bahkan memahami suatu objek yang akan diteliti Zed, 2008. Jenis data dalam penelitian ini merupakan data kualitatif. Data kualitatif ini merupakan data yang disajikan dengan berbentuk narasi atau uraian bukan dalam bentuk angka yang dapat diuji dengan melalui prosedur statistik Helaluddin & Wijaya, 2019, sedangkan sumber datanya bersumber dari data primer dan skunder. Ddata primernya adalah kitab Bidayatul hidayah dan data sekunder dalam penelitian ini akan lebih banyak menggunakan sumber-sumber berupa buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian Sugiyono, 2017. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi dokumentasi, dimana teknik ini dilakukan dengan cara menganalisis dokumen ataupun kuisioner, yang berupa studi dokumentasi. Studi dokumentasi ini merupakan sumber dokumen yang berbentuk sumber tertulis, file, gambar foto, karya-karya yang berkaitan dengan penelitian dan mampu memberikan informasi bagi proses penelitian. Penggunaan dokumen ini, berkaitan dengan content analysis isi dan makna dari sebuah dokumen. Menurut menurut Bungin 2008 penggunaan dokumen serta pemanfaataannya dari dokumen tersebut sangat bepengaruh dalam proses penelitian dan dapat menentukan tingkat kredibilitas suatu hasil penelitian kualitatif. Untuk memvalidasi data yang digunakan, triangulasi sumber digunakan. Triangulasi sumber bertujuan untuk mengecek dan mengetahui data yang telah diperoleh dari beberapa sumber yang ada. Tahapan yang terakhir adalah teknik dalam menganalisis data. Tahapan tersebut terdiri dari reduksi data mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskaan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya, penyajian data dan penarikan kesimpulan dari data yang telah diolah Sugiyono, 2017. HASIL DAN PEMBAHASAN Kitab Bidayatul Hidayah di tulis oleh Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Imam Al-Ghazali merupakan seorang tokoh pemikir muslim yang hidup pada bagian akhir dari zaman keemasan di bawah khilafah Abbasiyah yang berpusat di Bagdad. Imam Al-Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad bin Muhammad Thaus Ahmad al-Thusi Al-Syafi’i. Ia terkenal dengan sebutan Hujjatul islam dan zainuddin yang mempunyai arti “kebenaran Islam”. Al-Ghazali diberi gelar al-imam karena beliau merupakan sosok ulama yang menjadi panutan, contoh, dan teladan bagi banyak orang. Gelar al-Imam al-allamah ini menunjukan bahwa tingkat keilmuan yang dimiliki oleh Al-Ghazali tidak hanya alim tetapi juga beliau merupakan Al-allamah yang mampu menguasai berbagai bidang, sedangkan gelar Hujjatul Islam menunjukkan bahwa imam Al-Ghazali merupakan sosok yang mempunyai pengetahuan yang luas Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 154 mengenai sunnah-sunnah Nabi Nasif, 2018. Selain mengemban amanah sebagai guru besar dan seorang sufi, imam Al-Ghazali merupakan seorang penulis yang luar biasa sehingga menciptakan karya-karya yang sangat luar biasa dan sangat produktif. Pada dasarnya tidak terlalu pasti berapa jumlah buku-buku atau karya yang ditulis oleh imam Al-Ghazali tetapi sebagian penelitian mengatakan hampir 100 buku tentang ilmu pengetahuan yang ditulis oleh Imam-al-Ghazali, diantaranya seperti ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu filsafat akhlak dan autobiografi. Kitab Ihyaul Ulumuddin dan Bidayatul Hidayah merupakan salah dua kitab yang sangat terkenal yang dikarang oleh Imam Al-Ghazali. Kitab Bidayatul Hidayah ini sering disebut sebagai pembukaan, permulaan atau dalam bahasa arab sering disebut dengan muqadimah dari kitab Ihya Ulumuddin. Dalam kitab Bidayatul Hidayah ini Imam Al-Ghazali ingin menunjukan kepada kita selaku umat muslim mengenai permulaan-permulaan hidayah, agar dapat melatih hawa nafsu dengan baik dengan mengamalkan seluruh isi kitab dan mampu mengukur pengakuan kita dengan cara istiqamah terhadap ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab Bidayatul Hidayah yang kemudian diimplementasikan atau diamalkan dalam kehidupan sehari hari dan juga melalui majelis-majelis ilmu agar seluruh umat muslim mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan sebagai seorang muslim Mutamakkin, 2012. 1. Adab guru dan murid dalam kitab Bidayatul Hidayah Dalam kitab Bidayatul Hidayah Mutamakkin, 2012 ada beberapa adab yang harus diterapkan oleh seorang guru dan murid, terutama pada saat pembelajaran. Berikut ini merupakan adab-adab yang harus amalkan oleh seorang guru dan murid pada bagian ke tiga dalam kitab Bidayatul hidayah mengenai beradab kepada Allah swt dan bergaul dengan para makhlik-Nya yang didalamnya terdapat adab seorang guru dan murid. Adab tersebut seperti ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Adab guru dalam kitab Bidayatul Hidayah Adab Guru dalam Kitab Bidayatul Hidayah . Seorang guru harus selalu bersabar atas kejadian yang terjadi pada saat pembelajaran Selalu bersikap tenang dalam kondisi apapun . Selalu duduk dengan terhormat dan berwibawa serta menundukan kepalanya. Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 155 Adab Guru dalam Kitab Bidayatul Hidayah meninggalkan sikap takabur sombong dan bersikap tawadhu, terkecuali kepada orang-orang yang berbuat dzalim. . Tidak bercanda dan bermain main ketika proses belajar mengajar Bersikap lemah lembut kepada murid. Selalu mengingatkan dan membimbing para siswanya yang belum mengerti dan memahami yang telah disampaikan dan tidak boleh marah kepada siswa yang belum memahami Tabel 2. Adab murid dalam kitab Bidayatul Hidayah Adab Murid dalam Kitab Bidayatul Hidayah Mendahului mengucapkan salam dan memberikan penghormatan Menyedikitkan berbicara dihadapan gurunya Tidak boleh bertanya ketika seorang guru sedang berdiri ataupun sedang berjalan. Tidak boleh berbicara sebelum guru bertanya Dan tidak boleh bertanya sebelum meminta izin kepadanya Tidak boleh menyampaikan perkataan yang menentang pendapat guru Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 156 Adab Murid dalam Kitab Bidayatul Hidayah Tidak bermusyawarah dengan seseorang dihadapan guru dan tidak menoleh ke berbagai arah Jangan berburuk sangka dan membicarakan rahasia guru Ketika seorang guru bangkit dari tempat duduknya, maka seorang murid tidak boleh menarik bajunya Tidak mencari kesalahan-kesalahan guru Seorang murid ikut berdiri ketika guru berdiri, seolah-olah memberi penghormatan Tidak banyak tertawa dan tersenyum di hadapan seorang guru dalam kondisi apapun Selalu memuliakan guru dalam kondisi apapun Senantiasa memaafkan guru ketika melakukan kesalahan, karena sorang guru juga manusia dan pasti melakukan kesalahan 2. Kesesuaian Materi Akhlak Mengenai Adab Guru dan Murid Dengan Materi Akidah Akhlak di MI Kelas 1 satu Adab guru dan murid pada dasarnya memang harus dipelajari dan diterapkan pada saat proses pembelajaran. Hal ini juga berkaitan dengan materi akidah akhlak yang ada di kelas satu Madrasah Ibtidaiyah yaitu pada Kompetensi Inti KI 2. memiliki prilaku jujur, disiplin, tanggung jawab , santun, peduli dan percaya diri dengan berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru dengan Kompetensi Dasar KD Membiasakan sikap ramah dan sopan terhadap orang tua dan guru dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada KI 3. siswa diharapkan memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati mendengar, melihat, membaca dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah dengan KD siswa memahami sikap ramah dan sopan santun terhadap orang tua dan guru dalam kehidupan sehari-hari. Pada KI 4. siswa menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 157 yang estetis, dalam perbuatan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia dengan KD siswa mencontohkan sikap ramah dan sopan santun terhadap orang tua dan guru dalam kehidupan sehari-hari juga menunjukkan kesesuaian antara materi akidah akhlak dengan adab guru dan murid. Dari pemaparan tersebut siswa diajarkan untuk bersikap sopan terhadap guru dan orang tua, hal ini sesuai dengan bagian ketiga dalam kitab Bidayatul Hidayah mengenai adab-adab yang harus dilakukan ketika berinteraksi dengan Allah SWT dan makluk-Nya, seperti halnya seorang murid kepada gurunya. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara materi akidah akhlak di MI dengan bagian ketiga dalam kitab Bidayatul Hidayah mengenai adab-adab yang harus dilakukan ketika berinteraksi dengan Allah Swt dan makluk-Nya terutama adab guru dan murid dalam kitab Bidayatul Hidayah serta beradab kepada orang tua. Dengan materi akidah akhlak yang ada di Madrasah Ibtidaiyah kelas satu, otomatis kitab Bidayah dapat digunakan sebagai bahan ajar di sekolah. 3. Implementasi Adab Guru dan Murid dalam Kitab Bidayatul Hidayah terhadap Pembinaan Karakter di Sekolah Implementasi adab murid dalam pembinaan karakter di sekolah pada saat proses pembelajaran diantaranya a. Saat berdiskusi dengan seorang guru, berdiskusi dengan guru merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang siswa agar mampu mengetahui informasi yang baru dan mampu memecahkan masalah sama-sama. Diskusi ini merupakan salah satu tahapan dari saintifik learning, dari mulai mengamati pembelajaran, bertanya kemudian diskusi. Dalam diskusi tidak hanya diskusi saja tetap ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh siswa. Hal ini seperti yang tertera dalam kitab Bidayatul Hidayah halaman 93 yaitu pada saat berdiskusi siswa tidak boleh menyalahkan apa yang di paparkan oleh seorang, berkomentar boleh asalkan atas izin dari guru. Hal tersebut harus diterapkan agar diskusi berjalan dengan lancar. b. Saat bertanya pada saat proses pembelajaran, bertanya merupakan salah satu hal yang sangat dianjurkan dalam proses pembelajaran, karena bertanya bisa membantu memahami hal yang belum dipahami. Tidak hanya itu, bertanya juga merupakan salah satu bagian dari saintifik learning. Dalam hal ini seorang murid tidak seenaknya dalam bertanya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat ingin bertanya kepada guru seperti seorang murid tidak boleh bertanya sebelum guru memerintakahkan untuk bertanya, ketika ingin bertanya alangkah baiknya murid mengacungkan tangan sebagai tanda bahwa murid meminta izin untuk bertanya. c. Ketika pembelajaran berlangsung, seorang murid sangat tidak dianjurkan untuk mengobrol dengan teman sebangkunya apalagi disertai dengan suara yang bergemuruh sehingga bisa mengganggu orang lain. Hal ini harus diperhatikan sekali karena kebanyakan siswa sering melakukan tindakan sepert itu dan memang harus ada ketegasan dan contoh dari tenaga pendidiknya. Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 158 SIMPULAN Kitab Bidayatul Hidayah membahas beberapa adab yang harus dimiliki dan diterapkan oleh seorang guru. Adapun adab-adab yang harus diperhatikan oleh seorang guru diantaranya pertama seorang guru harus selalu bersikap sabar atas kejadian yang terjadi pada saat pembelajaran, kedua guru selalu bersikap tenang dalam kondisi apapun, ketiga selalu duduk dengan terhormat serta menundukan kepalanya, yang ke empat guru menjadi sosok guru yang mempunyai wibawa, kelima guru meninggalkan sikap takabur sombong dan harus bersikap tawadhu, terkecuali kepada orang-orang yang berbuat dzalim, keenam guru tidak bercanda dan bermain main ketika proses belajar mengajar, ketujuh bersikap lemah lembut kepada murid seolah-olah mereka adalah anak sendiri, dan kedelapan guru selalu mengingatkan dan membimbing para siswanya yang belum mengerti dan memahami materi yang telah disampaikan. Sedangkan adab yang harus dimiliki oleh seorang murid dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya pertama salam kepada seorang guru, kedua adab berbicara terhadap gurunya, ketiga adab adab bertanya kepada guru, keempat adab ketika berdiskusi dengan guru, kelima adab bhatiniyah terhadap guru, dan keenam adab lahiriah ketika seorang murid berada bersama sang guru. Adab adab tersebut bisa di implementasikan di sekolah pada saat proses pembelajaran berlangsung, seperti pada saat berdiskusi dengan tidak boleh menyalahkan apa yang guru katakan, berkomentar dan menyanggah diperbolehkan asalkan berdasarkan peraturan. Selanjutnya dalam bertanya kepada guru mengenai hal yang tidak dipahami, dalam hal ini murid tidak danjurkan untuk bertanya sebelum gurunya memang menawarkan dan mengizinkannya serta harus ditandai dengan mengacungkan tangan sebagai tanda penghormatan untuk bertanya, dan yang terakhir bisa diterapkan pada saat memperhatikan materi dari guru seorang murid tidak boleh mengobrol dengan teman sebangkunya. Selain itu, dengan menunjukan kesesuaian mengenai adab guru dan murid dalam kitab Bidayatul Hidayah dengan materi akidah akhlak yang ada di Madrasah Ibtidaiyah kelas satu ini, kitab bidayah bisa digunakan sebagai bahan ajar di sekolah. maka kitab bidayah bisa digunakan sebagai bahan ajar di sekolah DAFTAR PUSTAKA Abdullah. 2016. Adab Guru terhadap Murid dalam Persepektif Kitab Bidayatul Hidayah Karangan Imam Al-Ghazali Ainiyah, N. 2013. Pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam. Al-Ulum, 131, 25-38. Al-Attas, S. M. N. 1992. Konsep Pendidikan dalam Islam. Penerjemah Haidar Bagir. Bandung Mizan. Bungin, M. B. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta Kencana. Gogo, J. O. 2020. The Contribution of Education to Moral Decay in Kenya Challenges and Prospects. International Journal of Educational Humanities and Social Science, 31, 20-32. Iim Fitriyani, Asis Saefuddin, Sani Insan Muhammadi/ AL-TARBIYAH, Vol. 30 No. 2, December 2020, 150-159 Accepted Novembe1 11th, 2020. Approved December 11th, 2020. Published December, 2020 159 Hanafi, H. 2017. Urgensi Pendidikan Adab dalam Islam. Saintifika Islamica Jurnal Kajian Keislaman, 41, 59-78. Wijaya, H. 2019. Analisis Data Kualitatif Sebuah Tinjauan Teori & Praktik. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray. Kemendiknas. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter. Jakarta, Indonesia Kemendiknas. Maragustam Siregar. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga. 35-36. Muhamadi, S., & Hasanah, A. 2019. Penguatan Pendidikan Karakter Peduli Sesama melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Relawan. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 161, 95-114. Mutamakkin, Y. A. 2012. Terjemah Kitab Bidayatul Hidayah. PT Karya Toha Pustaka semarang. Nasif, M. 2018. Bidayatul Hidayah Terjemah dan penjelasannya. Kediri Pustaka Isyfa"lana. Nata, A. 2001. Persefektif Islam tentang pola HUbungan Guru-Murid . Jakarta Raja Grafindo. Noer, M. A., & Sarumpaet, A. 2017. Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran Menurut Az-Zarnuji dan Implikasinya terhadap Pendidikan Karakter di Indonesia. Al-Hikmah Jurnal Agama dan Ilmu Pengetahuan, 142, 181-208. Raharjo, S. B. 2010. Pendidikan karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 163, 229-238. Ramadhan, B. 2020, March 06. Guru Tewas Dianiaya Siswa, Indonesia Krisis Keteladanan. Retrieved from Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung Alpabheta. Zed, M. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. ... Diskusi merupakan sebuah metode pembelajaran yang sangat baik untuk diterapkan dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan. Walaupun demikian dalam berdiskusi hendaknya masingmasing peserta tetap memperhatikan adab-adabnya Fitriyani, 2020. Pertama memulai diskusi dengan mengutamakan sikap husnuzhan terhadap semua peserta, karena berbaik sangka akan membantu peserta diskusi bersikap lebih objektif terhadap pendapat orang lain. ...Erna DewitaFadil MaiseptianMurisal MurisalZuwirda ZuwirdaAllah SWT dan Rasul-Nya menyeru manusia kepada jalan kebaikan. Dalam menyampaikan seruan tersebut hendaklah dilakukan dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik. Cara tersebut dilakukan dalam bentuk pendidikan dan pelayanan bimbingan konseling. Pendidikan membentuk kepribadian manusia sehingga memiliki kematangan intelektual, emosional, spiritual maupun sosial. Bimbingan konseling merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk membantu menangani atau mengatasi masalah individu agar tercapai perkembangan potensi secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan dan bimbingan konseling Islam dalam surat An-Nahl ayat 125. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode bil-hikmah bijaksana, al-mauidzah al-hasanah nasehat dan pelajaran yang baik, mujadalah billati hiya ahsan bertukar fikiran dalam pendidikan dan bimbingan konseling merupakan metode terbaik yang harus dipahami dan dipraktekkan oleh guru muupun konselor. Kata Kunci Pendidikan, Konseling, An-Nahl 125 Sani Insan MuhamadiAan HasanahThe purpose of this study is to reveal the results of character building process in caring for others through volunteer extracurricular activities. The method which is used is descriptive analytical with a qualitative approach. Data collection techniques are observation, interview and documentation studies. Findings of this study The process of strengthening character is carried out with routine training every week, monthly scheduled is cleaning river, mosques and the surrounding environment, and incidental activities to provide assistance to areas affected by natural and humanitarian disasters. The result is students show a stronger caring character. Supporting factors in strengthening the character are the vision and mission and also goals of the madrasa, exemplary teachers and staff, activities carried out in schools, and involvement in community activities. While the obstruct factors are the lack of funds to carry out activities, and the factor of parental permission in dissaster Budi RaharjoEducation is basically an effort to improve human resource capacity in order to become a man with characters and live independently. Based on this, the main problem in this study is whether moral education can realize the noble morality? From the formulation of the problem, the purpose of this study is to determine how education can affect noble morality. Building the national character through education is absolutely necessary, even can not be postponed. Character education can be effective and successful if performed integrally starting from the home environment, schools and communities. Characters that should be instilled to students include love of God and the universe and its contents, responsibility, discipline and self-reliant, honest, respectful and well mannered, affectionate, caring, and cooperation, confidence, creative, hard work and do not give up easily, fair and has a character of a leader, nice and humble, and tolerance, love peace and unity. While the noble morality is the overall human habit comes from within encouraged by conscious desire and reflected by good deeds. Thus, if the noble characters embedded in the learners themselves, noble character will automatically be reflected in the behavior of students in their daily life. ABSTRAK Pendidikan pada dasarnya adalah upaya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia supaya dapat menjadi manusia yang memiliki karakter dan dapat hidup mandiri. Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi permasalahan dalam kajian ini adalah apakah pendidikan karakter dapat mewujudkan akhlak mulia? Dari rumusan masalah tersebut, tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendidikan karakter dapat mempengaruhi akhlak mulia. Membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda. Pendidikan karakter dapat berjalan efektif dan berhasil apabila dilakukan secara integral dimulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik di antaranya adalah; cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya, tanggungjawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Sedangkan akhlak mulia adalah keseluruhan kebiasaan manusia yang berasal dalam diri yang di dorong keinginan secara sadar dan dicerminkan dalam perbuatan yang baik. Dengan demikian apabila karakter-karakter yang luhur tertanam dalam diri peserta didik maka akhlak mulia secara otomatis akan tercermin dalam perilaku peserta didik dalam kehidupan Pendidikan Adab dalam IslamH HanafiHanafi, H. 2017. Urgensi Pendidikan Adab dalam Islam. Saintifika Islamica Jurnal Kajian Keislaman, 41, Acuan Pendidikan KarakterKemendiknasKemendiknas. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter. Jakarta, Indonesia Pendidikan Islam. Yogyakarta UIN Sunan KalijagaMaragustam SiregarMaragustam Siregar. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga. Kitab Bidayatul Hidayah. PT Karya Toha Pustaka semarangY A MutamakkinMutamakkin, Y. A. 2012. Terjemah Kitab Bidayatul Hidayah. PT Karya Toha Pustaka Hidayah Terjemah dan penjelasannya. Kediri Pustaka Isyfa"lanaM NasifNasif, M. 2018. Bidayatul Hidayah Terjemah dan penjelasannya. Kediri Pustaka Isyfa" Islam tentang pola HUbungan Guru-Murid . Jakarta Raja GrafindoA NataNata, A. 2001. Persefektif Islam tentang pola HUbungan Guru-Murid. Jakarta Raja Tewas Dianiaya Siswa, Indonesia Krisis KeteladananB RamadhanRamadhan, B. 2020, March 06. Guru Tewas Dianiaya Siswa, Indonesia Krisis Keteladanan. Retrieved from nasional/politik/18/02/06/p3ppr033 0-guru-tewaMetode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&DSugiyonoSugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung Alpabheta.
Related PapersIndonesian nation is undergoing a severe trial by the increasing moral decline of the nation. Corruption , drugs , sex, fights and many other deviant behavior that everyday adorn the local and national media. Formal education institutions predicted as churning generation of people has not been fully able to carry out the mandate of the national education goals in the print generation morality. That is where boarding Miftahul Huda emerged as an alternative in efforts to reduce the destructive impact caused by the rate of change of era. The results showed that Ponpes Miftahul Huda has good concept in coaching noble character of students. Implementation of noble character education in schools is done integrally through two main points , namely teaching and habituation. Teaching students to understand the cognitive aspects as well as habituation by directly applying an understanding that has been gained in everyday activities .The aim of this research is to describe and analyze the ethics of teacher and students interaction according to perspective of Imam Al Ghazali in the book called Ihya' Ulumuddin to develop the concept of ethics in the field of education and as an effort to next generation of nation that has an ethics that fits to the purpose of education. This research used qualitative descriptive approaches and type of research used literature or library research. This research concludes that according to Imam Al Ghazali in the book called Ihya umumuddin a teacher must have an affection to the students, and imitate Rasulullah SAW in performing his teaching duties and intend to seek for Allah's pleasure. While the ethics of students interaction with the teacher according to Imam Al Ghazali the students must purify their soul from the negative morals and natures before study, so that the knowledge they will learn can be useful and embedded to their soul, and only seek for the pleasure of Allah SWT in studying. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis etika interaksi guru dan murid menurut prespektif Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin untuk mengembangkan konsep etika interaksi di bidang pendidikan dan sebagai upaya membentuk generasi penerus bangsa yang mempunyai etika sesuai dengan tujuan pendidikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan atau library research. Adapun Teknik pengumpulan data adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, jurnal, buku, dan lain sebagainya. Data dikumpulkan dalam wujud catatan/data analisa data yang dipakai adalah analisis isi content analysis. Dalam penelitian ini memberikan kesimpulan dari hasil penelitian , setelah ditelusuri dari kitab Ihya Ulumuddin didapatkan bahwa etika interaksi guru dengan murid menurut Imam Al Ghazali seorang guru harus memiliki kasih sayang kepada murid, meniru dan meneladani sifat Rasulullah SAW dalam melaksanakan tugas mengajarnya, dan berniat untuk mencari ridha Allah Swt. Sedangkan etika interaksi murid dengan guru menurut Imam Al Ghazali seorang murid harus mensucikan jiwanya dari akhlaq dan sifat tercela sebelum menuntut ilmu, agar ilmu yang akan ia pelajari dapat bermanfaat dan tertanam dalam jiwanya; serta dalam menuntut ilmu hanya mengharap ridha Allah islam pada hakikatnya semua manusia adalah peserta didik sebab, pada hakikatnya semua manusia adalah makhluk yang seantisa berada dalam proses perkembangan menuju kesempurnaan atau suatu tingkatan yang dipandang sempurna. Di samping itu di jumpai istilah lain yang sering di gunakan dalm bahasa arab yaitu tilmidz yang berarti pelajar, bentuk jama’nya adalah talamiz, kata ini lebih merujuk kepada pelajar yang belajar dari madrasah, kata lainnya yang sering digunakan adalah thalib yang artinya pencari ilmu, pelajar, atau mahasiswa. berarti oranng yang meminta. Ada juga yang menyebutkan peserta didik sebagai anak didik yang dalam pengertian umum adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seorang atau kelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sementara dalam arti yang sempit , anak didik adalah anak pribadi yang belum dewasa yang di serahkan kepada tanggung jawab pendidik. Namun, dalam Bahasa Indonesia makna siswa, murid, pelajar, dan peserta didik merupakan sinonim semuanya bermakna anak yang sedang berguru, anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Jadi, dapat dikatakan bahwa anak didik merupakan semua orang yang sedang belajar, baik di lembaga pendidikan formal maupun Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka library research, penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan tentang kitab Ayyuhal Walad, karya Imam al Ghazali. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Hasil penelitian, pertama, konsep pendidikan karakter merupakan gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaa pendidikan karakter, baik terkait dengan definisi pendidikan karakter, tujuan pendidikan karakter dan nilai-nilai pendidikan karakter. Kedua,karakter atau akhlak menurut al-Ghazali adalah suatu kemantapan jiwa yang menghasilkan perbuatan dan pengalaman dengan mudah, tanpa harus direnungkan dan redaksi lain, al-Ghazali juga berpendapat Pendidikan karakter adalah sebuah proses pembersihan jiwa. Dari jiwa yang bersih lahir perilaku yang baik, seperti jujur, dermawan, dan sabar. Ketiga, pendidikan karakter dalam kitab Ayyuhal Walad berisi nasihat al-Ghazali kepada muridnya yang meminta nasihat khusus, secara garis besar membehas tentang masalah akhlak kepada Allah, akhlak seorang pendidik, akhlak seorang pelajar, dan akhlak dalam pergaulan. Tujuan dari pembahasan pendidikan akhlak dalam kitab ini untuk mencetak pribadi yang baik, bermoral dan lebih mengutamakan kepentingan Allah Syari’at daripada yang lainnya. Dan juga untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. di dunia maupun di research is related to how the personal competence of Teachers and Students in the Educational Perspective Interaction of KH. Hasyim Ash'ari contained in the book Adabul Alim wa Al-muta'allim. This research is in the form of library research with content analysis used as an analysis tool. The results of the analysis of the authors that the personal competence of teachers and students in the educational interaction perspective KH. Hasyim Ash'ari is an intense and close attachment not only in the sense of being born, but also inwardly alaqah batiniyah based on religios-etich for the success of the teaching and learning process. There are several interaction patterns that can be developed to create educational interactions between teacher and student perspectives KH. Hasyim Ash'ari, among them are Tazkiyatun nafs, al-Ikhlas, at-Tarahum, at-Tawadud. ABSTRAK Penelitian ini terkait dengan bagaimana kompetensi kepibadian Guru dan Murud dalam Interaksi Edukatif Perspektif KH. Hasyim Asy'ari yang tertuang dalam kitab Adabul Alim wa Al-muta'allim. Penelitian ini berbentuk library research dengan content analysis dijadikan sebagai alat analisisnya. Hasil dari analaisis penulis bahwa kompetensi kepribadian Guru dan Murid dalam interaksi edukatif perspektif KH. Hasyim Asy'ari adalah adanya keterikatan secara intens dan erat tidak hanya dalam artian secara lahir, akan tetapi juga secara batin alaqah batiniyah yang dilandasi religios-etich untuk keberhasilan proses belajar mengajar. Ada beberapa pola interaksi yang bisa dikembangkan untuk menciptakan interaksi edukatif antara guru dan murid perspektif KH. Hasyim Asy'ari, diantaranya adalah Tazkiyatun nafs, al-Ikhlas, at-Tarahum, at-Tawadud.
Authors DOI Keywords Guru, Etika, Pembelajaran Abstract Guru merupakan ujung tombak dalam pendidikan Islam. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana etika guru dalam pembelajaran menurut kitab Ihya Ulumuddin, bagaimana etika murid dalam pembelajaran menurut kitab Ihya Ulumuddin dan bagaimana hubungan guru dan murid dalam pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah Library Research. Temuan penelitian mengimformasikan Pertama, Al-Ghazali memaparkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu Kasih sayang, tidak mengharapkan materi, tidak berhenti menasihati murid, tidak merendahkan ilmu dan orangnya, serta bertindak sesuai dengan ilmunya. Kedua, etika murid dalam pembelajaran antara lain harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela, tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi, jangan menyombongkan ilmunya dan menentang gurunya, tidak terlibat dalam kontroversi, tidak meninggalkan suatu mata pelajaranpun dari ilmu pengetahuan yang terpuji, tidak memasuki suatu bidang dalam ilmu pengetahuan dengan serentak, tidak menceplungkan diri ke dalam sesuatu bidang ilmu pengetahuan, sebelum menyempurnakan bidang yang sebelumnya Ketiga, hubungan guru dengan murid adalah guru sebagai tempat anak belajar. PDF How to Cite Khafrawi. 2021. Etika Guru dan Murid Dalam Pembelajaran Kajian Kitab Ihya Ulumuddin . Jurnal At-Tarbiyyah Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 71, 1-26.
Baca Juga 10 Kata Kata Adab Lebih Tinggi dari Ilmu Untuk Inspirasimu "Pelajarilah ilmu dan ajarilah manusia dan rendahkanlah diri kepada guru dan berlaku lemah lembutlah kepada murid-muridmu." HR. Thabrani Hadist ini menjelaskan bahwa seorang murid harus rendah diri kepada gurunya walaupun ilmunya lebih tinggi darinya, dan menjelaskan kepada guru untuk berprilaku lemah lembut kepada siswanya. Demikian ulasan tentang adab murid terhadap guru dalam kitab Ihya Ulumuddin. Semoga dapat menjadi referensi untuk adik-adik dalam belajar. Semoga bermanfaat. Terkini
BAB II ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN A. Ihya Ulumuddin Sebagai Karya Monumental Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali 1058-1111M lahir di kota Thuss dalam wilayah Khurasan, Iran. Pada tahun 450 H/1058 M. Abu Hamid itu saudaranya Abdul Futuh, Ahmad bin Muhammad adalah putera seorang penenun di kota Thuss Nama al-Ghazali kadang-kadang diucapkan al-Ghazzali dua z, kata ini berasal dari ghazzal, artinya tukang pintal benang, pekerjaan ayah ghazali adalah memintal benang wol, sedangkan al-Ghazali, dengan satu z, diambil dari kota Ghazalah, nama kampung kelahiran al-Ghazali yang terakhir inilah yang banyak Dia adalah tokoh pemikir Islam yang menyandang gelar “Pembela Islam” Hujjatul Islam,”Hiasan Agama”, Zainuddin, “Samudra yang menghanyutkan”, Bahrun Mughriq dan Hal ini disebabkan pemikiran-pemikirannya yang sangat mendalam dan mempunyai dampak yang besar atas kehidupan intelektual dunia Islam. Selain itu beliau juga berusaha mengembalikan madzha– madzhab yang muncul pada masanya dimana mereka di pengaruhi oleh aliran Mu’tazilah dan filsafat Yunani untuk pada ajaran Islam yang murni di lapangan aqidah diajarkannya faham Asy’ari, sedang dilapangan akhlaq diperkuatnya ilmu 1 Yoesoef Sou’yb, Pemikiran Islam Merombak Dunia, Jakarta Madju, 1984, Poerwantana, Ahmadi, dan Rosali, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung Rosda, 1988, 3 Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1998, 4 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Al-Ghazali, Jakarta Bumi Aksra, 1975, 2 14 Beliau keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga raja saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ayahnya adalah seorang muslim yang saleh, ia termasuk orang yang miskin dengan usahanya bertenun wol, namun ia termasuk orang yang mengikuti majlis para ulama dan pecinta Apabila ia mendengar uraian para ulama itu, maka ayah al-Ghazali menangis tersedu-sedu seraya memohon kepada Allah SWT. Kiranya ia dianugrahi seorang putra yang pandai dan Akan tetapi belum sempat menyaksikan jawaban Allah karunia atas doanya, ia meninggal dunia pada saat putra idamannya masih Ketika ayahnya meninggal, berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya seterusnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah al-Ghazali kedua anak itu dididik dan di sekolahkan, setelah harta pustaka peninggalan ayahnya habis, mereka dinasehati agar meneruskan sekolah Menurut satu riwayat disebutkan, bahwa teman ayah al-Ghazali itu bernama Ahmad bin muhammad al-Razikani, seorang sufi besar. Dari guru tersebut al-Ghazali mempelajari fiqih, riwayat para wali dan kehidupan spiritual mereka. Selain itu, al-ghazali belajar menghafal syair-syair mahabbah cinta kepada Allah, al-Qur’an dan Dan pada masa itu juga. Al-Ghazali dan saudaranya berguru pada seorang ustad bernama Yusuf al-Nassaj, seorang sufi yang kemudian disebut juga Imam 5 Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta Bumi aksar, 1991, hlm. 9 6 Ghazali, Konsep Ilmu Menurut Al-Ghazali, Yogyakarta Pedoman Ilmu jaya, 1989, 7 Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Terj. H. Ismail Y’akub, Jkarta Faizan, 1994, hlm. 24 8 Zinuddin dkk, Op-cit, hlm. 7 9 H. Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta PT Gravindo persada, 2001, hlm 81 10 Ruswan Thoyib, dan Darmuin, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Konteporer, yogyakarta Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 84 15 Dialah yang pertama kali meletakkan dasar-dasar pemikiran sufi pada dirinya setelah itu dia melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi di Jurjan dan dia belajar pada syhaik Abul Qosim bin Ismail bin Masadat al-Jurjani 404 477 H, seorang ulama dari madzhab Syafi’i dan ahli Hadits dan ahli Sastra, rumahnya tempat berkumpul dan berdiskusi oleh para sarjana di kota Kemudian melanjutkan lagi ke Nisyabur dengan gurunya yang bernama alJuwaini. Ia adalah seorang Imam Harauman yang ditunjuk sebagai guru hukum Islam pada Madrasah Nizamiyah di Bagdad yang didirikan oleh gubenur Nizam al-Mulk, yakni seorang negarawan dan tokoh pendidikan yang sekaligus sebagai pemprakarsa pendirian lembaga pendidikan madrasah. Dengan gurunya ini pula ia tinggal hingga imam Haraumain wafat, sebagaimana diungkapkan Gibb, dan Kramers “that he was aducated at Tus and at Naisabur, especially under al-Djuwaini, the Imam al-Huraimain, With whom he remained until the Imam’s death in 478 H/ 1085 Pada masa ini, disamping belajar al-Ghazali menjadi asiten Diantara mata pelajaran yang dipelajari al-Ghazali pada Imam Haraimain adalah teologi, hukum Islam, fisafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam. Ilmuilmu yang dipelajarinya inilah yang kemudian mempengaruhi sikap dan pemikirannya di kemudian Imam al-Ghazali memang orang yang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih hingga Imam Al-Juwaini sempat memberi predikat beliau itu sebagai orang 11 M. Bahri Ghazali, O-pcit, hlm. 23 Yoesuf Su’yb,Op-Cit, hlm. 196 13 Gibb, dan Krames, Shoerter Encylopedia of Islam,London Luzac d ca, 1961, 12 hlm. 13 14 Hasan Asri, Nukilat Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan al-Ghazali, Yogyakarta P T Tiara Wacana Yogya, 1999, hlm. 13 15 H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta logos, 1995, hlm 150 16 yang memiliki ilmu yang sangat luas “lautan dalam nan menggelamkan Bahrul Mughrib”. 16 Selama menjadi guru di sekolah Nizdamah di Bagdad ia dapat mengerjakan tugasnya dengan hasil yang sangat baik, selama di Bagdad ia mengajar hukum agama. Selain itu juga menuluis buku-buku kontroversial tentang bantahan-bantahan terhadap pemikiran-pemikiran golongan-golongan Bathiniyah, Ismailiyah, golongan Filsafat dan Aliran Bathiniyah aliran Hassyasyin, telah melakukan pembunuhan terhadap wasir besar Nizam Al-Mulk dan Sultan Malik Shah bin Alep Arselam pada tahun 485/1092. Trgedi itu mendorong al-Ghazali mendalami pokok-pkok pikiran aliran bathiniyah dan menjadi bahan baginya pada masa belakangan untuk mengecam aliran bathiniyah itu. 18 Al-Ghazali hidup pada akhir abad ke IV H, di mana pada abad tersebut berkembang para pemikir, muncul beberapa golongan, muncul perselisihan ma’rifat, jalan pemikiran para mufakkir yang berbeda-beda, banyaknya para mutakallimin di bidang aqaidah ushuluddin, berbagai mazhab agama dan munculnya perbedaan pada cara beribadah dan tujuannya. Dari sinilah al-Ghazali tertarik untuk menyelidiki pendapat dan pemikiran Munculnya perbedaan-perbedaan di atas, telah menyebabkan al-Ghazali mengalami keraguan di berbagai hal. Ketika gejolak keraguan al-Ghazali telah mencapai puncak, kesehatannya mulai terganggu sehingga tidak dapat memberikan kuliah karena tidak dapat berbicara, dan ini dideritanya selama enam bulan lamanya. Para tabib menasehatinya supaya melawat guna memperoleh 16 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Isalam, Op-Cit, hlm. 83 Ahmad Hanfi, Pengatar Filsafat Islam, Jakarta Bulan Bintang, 1996, hlm. 135 18 Yoesoef Sou’yb, Op-cit, hlm. 170 19 Departemen Agama R. I., Ensiklopedi Islam di Indonesia, IAIN Jakarta Proyek Peningkatan sarana dan Prasarana, 1993, hlm. 306. 17 17 kesegaran jiwa kembali. Kewajiban mengajar pada perguruan tinggi Nizhamiyah itu dipindahkan nya ke saudaranya Abul FutuhnAhmad bin Dalam kegelapan dan keraguan tersebut, dalam posisi antara api uap dan cahaya yang tampil dari balik cakrawala, al-Ghazali berlindung kepada Allah untuk memohon pertolongan, mencari keimanan, mendampakan keyakinan dan kedamian, akhirnya doanyapun dikabulkan oleh Allah. Dia memperlihatkan kepada al-Ghazali rahasia yang memudahkan al-Ghazali untuk berpaling meninggalkan pangkat, harta, dan temannya. Al-Ghazali meninggalkan kota Bagdad dengan dalih untuk melaksanakan Ibadah Haji, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa khalifah maupun sahabat dosen se-Universitasnya. Di Damaskus inilah ia mulamula melakukan pertobatannya dengan melakukan khalwat, beiktikaf, menyucikan diri dan jiwanya, membersihkan akhlak, dan budi perkertinya, selalu berpikir tentang Allah SWT. Dari situ kemudian pergi ke Yerussalam. Di sinipun beliau menetap dan berkhalwat di Masjid Maqdis. Kemudian sesudah itu, beliau pergi ke-Mesir dn seterusnya ke-Mekah dan ke-Madinah untuk menunaikan Ibadah Dalam pengasingan itu al-ghazali ber’itikad di sudut menara masjid AlMuwawi dengan memakai baju jelek. Disini Al-Ghazali mengurangi makan, minum, pergaulan dan mulai menyusun kitab “Ihya Ulumuddin”.22 Dan dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syam, Yarussalam, Hajzz dan Thus, dan yang berisi paduan yang indah antara 20 Yoesoef Sou’yb, Op-Cit, hlm., 171. Al-Ghazali, Kegelisahan al-Ghazali; sebuah Otobiografi Intelektual; Khudori Saleh, Bandung Pustaka Hidayah, 1998, hlm. 59 22 Thaha Abd Al-Baqi Surur, Alam Pemikiran Al-Ghazali, Penj LPMI, Solo CV Pustaka Mantiq, 1993, hlm. 40 21 18 figih, tasawuf, dan filsafat, bukan saja terkenal dikalangan kaum muslim, tetapi juga dikalangan dunia barat dan luar Islam. Kitab Ihya’ Ulumuddin ini merupakan kitab yang paling banyak membahas tentang etika, dan menjelaskan dengan tegas pentingnya seorang syaih atau “pembimbing moral” sebagai figur Kitab Ihya Ulumuddin itu, oleh al-Ghazali dibagi menjadi empat jilid, di mana masing-masing jilid itu terdiri dari beberapa bab. Adapun empat itu adalah sebagai berikut Jilid pertama tentang peribadatan rubu’ ibadah yang terdiri dari sepuluh bab yaitu Kitab Ilmu, kitab kaidah-kaidah iktikad aqodah, kitab rahasia hikma bersuci, kitab hikmah sholat, kitab hikmah zakat, kitab hikmah shiam, kitab hikmah haji, kitab adab kesopanan membaca Al-Qur’an, kitab dzikir dan do’a, dan kitab tartib wirid pada masing-masing waktunya. Jilid kedua tentang pekerjaan sehari-hari rubu’ adat kebiasaan yang terdiri dari sepeluh bab yaitu Kitab adab makan, kitab adab perkawinan, kitab hukum berusaha bekerja, kitab halal dan haram, kitab adab berteman dan bergaul dengan berbagai golongan manusia, kitab uzlah mengasingkan diri, kitab adab musafir berjalan jauh, kitab mendengar dan merasa, kitab amar ma’ruf dan nahi munkar, dan kitab adab kehidupan dan budi pekerti akhlaq kenabian. Jilid ketiga tentang perbuatan yang membinasakan rubu’ al-muhlikat yang terdiri dari sepuluh bab yaitu Kitab menguraikan keajaiban hati, kitab latihan diri jiwa, kitab hawa nafsu perut dan kemaluan, kitab bahaya lidah, kitab bahaya marah, dengki dan dendam, kitab tercelany dunia, kitab tercelanya harta 23 Abdullah, Antara Al-Ghazali dan Kant Filsafat Etika Islam, penj Hamzah, Bandung Mizan, 2002, hlm. 30 19 dan kikir, kitab tercelanya sifat mencari kemegahan dan mencari muka, kitab tercelanya sifat takabur dan mengherani diri, dan kitab tercelanya sifat tertipu dengan kesenangan dunia. Jilid keempat tentang perbuatan yang menyelamatkan rubu’ al-munjiyat yang terdiri dari sepuluh bab yaitu Kitab taubat, kitab sabar dan syukur, kitab fakir dan zuhud, kitab tauhid dan tawakal, kitab cinta kasih, rindu, jihad hati dan rela, kitab niat, benar dan ikhlas, kitab muraqabah dan menghitung amalan, kitab memikirkan hal diri tafakkur, dan kitab ingat Adapun dalam kitab ilmu ini terdiri dari tujuh bab yaitu 1. Tentang kelebihan ilmu, mengajar dan belajar. 2. Tentang ilmu fardu a’in dan yang fardu kifayah, menerangkan batas ilmu fiqih, memperkatakan ilmu agama, penjelasan ilmu dunia dan ilmu akhirat. 3. Tentang apa, yang dihitung oleh orang awwam, termasuk sebahagian dari ilmu agama, pada hal tidak. Juga menerangkan jenis ilmu yang tercela dan kadarnya 4. Tentang bahaya perdebatan dan menyebabkan kesibukan manusia dengan berselisih dan bertengkar 5. Tentang adab pelajar dan pengajar 6. Tentang bahya ilmu, ulama dan tanda-tanda yang membedakan antara ulama dunia dan ulama akhirat 7. Tentang akal, kelebihan akal, bahagia-bahagia akal dan hadits-hadits yang membicarakan tentang akal. Pada bab kelima yaitu adab pelajar dan pengajar, dijelaskan beberapa tugas yang harus dilaksanakannya demi keberhasilan dalam belaja, adapun keretria yang harus dimiliki oleh pelajar ini ada sepuluh yaitu 1. Mendahulukan kesucian batin dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela. 24 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddiin Juz I, Indonesia Toha Putra, hlm. 27 20 2. Seorang pelajar hendaknya mengurangkan hubungan dengan duniawi, menjauhkan diri dari kaum keluarga dan kampung halamannya. 3. Seorang pelajar itu jangan menyombong dengan ilmunya dan jangan menentang gurunga. 4. Seorang pelajar pada tingkat permulaan, hendahnya menjaga diri dari pertentangan orang tentang ilmu pengetahuan. 5. Seorang pelajar itu tidak meninggalkan suatu mata pelajaran pun dari ilmu pengetahuan yang terpuji. 6. Seorang pelajar itu tidak memasuki sesuatu bidang dalam ilmu pengetahuan serentak. 7. Tidak mencempelungkan diri kedalam sesuatu bidang ilmu pengetahuan sebelum menyempurnakannya. 8. Seorang pelajatr hendaknya mengetahui sebab untuk dapat mengethui ilmu pengetahuan tersebut. 9. Tujuan belajar adalah untuk menghiasi kebatinannya dan mencantikkan sifat keutamaannya. 10. Harus mengetahuinya hubungan pengetahuan itu kepada tujuannya. Dan al-Ghazali kembali ketanah kelahirannya thuss, disana ia membangun sekolah untuk para fuqoha’ dan sebuah biara untuk para mutasawifin. Dan di kota Thuss itu beliau wafat pada tahun 505 H/1111 M, dalam usia lima puluh empat tahun. B. Al-Ghazali Perhatiannya terhadap Adab/Akhlak Al-Ghazali adalah seorang tokoh pendidikan, dan akhlak berada pada poros pemikiran al-Ghazali. Di mana al-Ghazali lebih menekankan nilai etis ketimbang nilai intlektual dari ilmu pengetahuan. Karena itu tidaklah 21 mengherankan kalau dalam Ihya’ Ulumuddin, ia menyediakan satu bab khusus untuk pembahasan dan Menurut pandangan al-Ghazali, akhlak bukanlah pengetahuan ma’rifat tentang baik dan jahat maupun kodrat qudrat untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan fi’il, yang baik dan buruk, malainkan kemampuan “Akhlah berarti suatu kemampuan jiwa, yang menghasilkan perbuatan atau pengamalan dengan mudah, tanpa harus direnungkan dan disengaja. Jika kemampuan sedemikian, sehingga menghasilkan amal-amal yang baik-yaitu amal yang terpuji menurut akal dan syariat, maka ini disebut akhlak yang baik. Jika amal-amal yang tercelahlah yang mucul dari keadaan kemantapan itu, maka itu dinamakan akhlak yang buruk”.27 Al-Ghazali mengemukakan metode mendidik anak dengan memberi contoh, latihan dan pembiasaan driil kemudian nasehat dan anjuran sebagai alat pendidikan dalam rangka membina kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama Islam. Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur dan berkembang sehingga merupakan proses menuju Dari pengertian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazali harus memenuhi dua syarat 1. Perbuatan ini harus konstan yaitu dilakukan berulang kali kontinyu dalm bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. 2. Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud reflektif dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran yakni bukan karena 25 yaitu kitab riyadhat al-nafs wa-tahadzib al-aklaq wa-mu’alajat amra’dh; bab tentang pembinanan jiwa, pembiana akhlak, dan [engobatan penyakit-penyakit hati, Hasan Asri, Nukilan, hlm. 85 26 Muhammad Abu Quasem, Etika Al-Ghazali ; Etika Majemuk di dalam Islam, Bandung ; Pustaka, 1997, hlm. 81 27 Al-Ghazali, Ihya ’Ulumuddin Jilid III, Indonesia Toha Putra, hlm 52 28 Zainuddin, Op-Cit, Hlm. 106 22 adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari orang lain atau pengaruhpengaruh dan bujukan yang indah dan Al-Ghazali menegaskan lebih konkrit bahwa induk dan pokok akhlak itu ada empat, yaitu hikmah, syaja’ah, iffah dan adil. Hikmah adalah keadaan jiwa yang dapat mengetahui kebenaran dari kesalahan semua perbuatan ikhtiariyah perbuatan yang dilakukan dengan pilihan dan kemauan sendiri. Adil berarti keadaan dan kekuatan jiwa yang dapat menuntut dan mengendalikan amarah dan syahwat kearah hikmah. Syaja’ah yaitu keadan kekuatan amarah yang harus tunduk kepada akal, sedangkan iffah adalah terdidiknya kekuatan syahwat dengan pendidikan, akal dan Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa akhlak menurut pandangan al-Ghazali, bukan perbuatan baik atau buruk dan kekuatan dan kekuasaan baik atau buruk, tetapi akhlak merupakan keadaan jiwa yang mampu mempersiapkan dan memunculkan tingkah laku yang baik. Akhlah menurut al-Ghazali, ini dapat dibagi menjadi dua yaitu akhlak baik dan buruk. Akhlak baik adalah perbuatan yang menurut dengan akal dan syra’, dan akhlak yang baik adalah akhlak tingkah laku yang dipegang oleh Rasulullah. Akal menurut al-Ghazali adalah sesuatu yang dapat memperoleh pengetahuan, atau tempat pengetahuan yang mengetahui. Jika ditinjau dari dzatnya, akal merupakan hakikat manusia yang dapat mengetahui dan mengenal dirinya sendiri serta hal-hal diluar dirinya, sedangkan ditinjau dari objeknya akal yaitu kebenaran-kebenaran atau ukuran-ukuran yang dapat mendapatkan Kalau standar akhlak adalah akal dan syara’, maka syara’ berfungsi 29 Ibid, Hlm. 104 Ihya’ III, Op-Cit, hlm. 53 31 Sid Basil, Al-Ghzali Mencari Ma’rifat, Terj. Ahmadie Thaha Jakarta Pustaka Panjimas, 1990, Hlm. 85 30 23 menunjukkan baik dan buruk secara mutlak. Oleh karena itu akhlak baik pasti direalisasikan dalam bentuk iman. Dalam hal ini al-Ghazali mengatakan; “Sesungguhnya kebagusan akhlak itu adalah iman. Dan keburukan akhlak itu adalah nifaq sifat orang munafik.32 Akhlak buruk adalah keadaan jiwa yang menimbulkan perbuatan jelek, sebagaimana diungkapkan oleh al-ghazali yang telah dikutip oleh Drs. Ruswan Thayib, dan Drs. Darmuin, “Aklak yang jahat adalah racun yang membunuh, membinasakan, memecahkan kepala memusingkan kepala, Perbuatan-perbuatan yang keji, perbuatan-perbuatan yang kotor yang nyata, kekejian menjauhkan dari sisi Tuhan semesta Alam dan memasukkan orang berakhlak demikian dalam kawasan syaitan.”33 yang hina yang yang Dari ungkapan al-Ghazali tersebut dapat dilihat bahwa akhlak yang jelek adalah perbuatan yang menyimpang akal dan jauh dari syara’, akhlak yang jelek atau keji merupakan penyakit jiwa. Jadi akhlak seseorang yang tercela ini dalam hatinya terkena penyakit, dan yang menyebabkan itu terjadi karena bibit syaitan yang ditanamkan dalam hati manusia. Sehingga dengan bibit itu manusia akan terseret dan terbujuk untuk mengikuti hawa nafsunya. Al-Ghazali menegaskan bahwa usaha untuk melatih anak-anak agar mereka itu memperoleh pendidikan yang baik serta akhlak yang mulia termasuk hal yang amat penting. Seorang anak adalah amanat yang diberikan oleh Allah SWT kepada kedua orang tua. Hatinya yang suci adalah bagaikan mutiara yang belum dibentuk. Karena itu, dengan mudah saja ia menerima segala bentuk rekayasa yang ditujukan kepadanya. Jika dibiasakan melakukan kebiasaan dan menerima pengajaran yang baik, ia akan tumbuh dewasa dalam keadaan baik dan bahagia, dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Dan kedua orang tuanya, 32 33 hlm. 67 Ruswan Thayib, dan Drs. Darmuin, Op-Cit, hlm. 90 24 gurunya serta pendidikannya ikut pula menerima pahala yang disediakan baginya. Tetapi jika dihabiskan kepadanya perbuatan yang buruk atau ditelantarkan seperti halnya hewan yang berkeliaran tak menentu, niscaya ia akan sengsara dan binasa, dosanya akan dipikul juga oleh kedua orang tua, walinya atau siapa saja yang yang bertanggung jawab atas Apabila anak dibiasakan untuk mengamalkan apa-apa yang baik, diberi pendidikan kearah itu, pastilah ia akan tumbuh di atas kebaikan tadi akibat positifnya ia akan selamat sentosa di dunia dan di akhirat. Kedua orang tuanya atau semua pendidik, pengajar serta pengasuhnya ikut serta memperoleh pahalanya. Sebaliknya jika anak sejak kecil sudah dibiasakan mengerjakan keburukan dan dibiarkan begitu saja tanpa dihiraukan pendidikan dan pengajarannya, yakni sebagai mana halnya seorang yang memelihara binatang, maka akibatnya anak itupun akan celaka dan rusak binasa akhlaknya, sedang dosanya yang utama tentulah dipikul kedua orang orang tua, pendidik yang bertangung jawab untuk memelihara dan mengasuh. 35 Oleh karena seorang anak siap menerima pengaruh apapun dari orang lain, maka persiapan dan pembinaan akhlaknya haruslah dilakukan sendiri mungkin sejak awal anak harus dihindarkan dari lingkungan yang jelek dan mesti dirawat dan disusui oleh wanita Usia yang paling rawan pada prilaku anak adalah masa remaja, oleh karena itu al-Ghazali menyarankan untuk menjaga waktu-waktu senggang dengan kesibukan yang bermanfaat, sebagai pendidik berkewajiban menganjurkan anak didiknya untuk membiasakan membaca, khususnya membaca al-Qur’an dan 34 Jamaluddin Al-Qosimi, Bimbingan Untuk Mecapai Tingkat Mukmin, Ringkasan Dari Ihya Uluuddin,Terj. Mohammad Abdi Rothomy, Bandung CV Diponegoro, 1983, hlm. 534 36 Hasan Asri, Op-Cit, hlm. 82 35 25 karangan-karangan agama, sehingga ia memperoleh bantuan untuk melewatkan waktu senggang. Adapun pemikiran al-ghazali tentang konsep pendidikan akhlak pada anak adalah sebagai berikut 1. Akhlak Terhadap Allah ﻢ ﻴﻋ ِﻈ ﻢ ﻙ ﹶﻟﻈﹸﻠ ﺮ ﺸ ﷲ ِﺍﻥﱠ ﺍﻟ ِ ﻙ ﺑِﺎ ﺸ ِﺮ ﺗ ﹶﻻﻨﻲﺑ ﻳﺎﻳ ِﻌﻈﹸﻪ ﻮ ﻭﻫ ﺑِﻨ ِﻪﺎ ﹸﻥ ِﻻﻭِﺍ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹸﻟ ﹾﻘﻤ 37 13 ﺍﻟﻘﻤﺎﻥ Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya “Hai anakku, janganlah mempersekutukan Allah, sesunguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang sangat besar. QS Luqman 13 Ayat tersebut mengisaratkan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya untuk mengesahkan penciptaannya dan menegak prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya, kemudian hendaklah anak diajarkan salat sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan pencipta. ﻚ ِﺍﻥﱠ ﺫﻟِﻚ ﺑﺎﺎ ﹶﺍﺻﻋﻠﹶﻰ ﻣ ﺮ ﺻِﺒ ﺍﻨ ﹶﻜ ِﺮ ﻭﻋ ِﻦ ﺍﳌﹸ ﻪ ﻧﺍﻑ ﻭ ِ ﻭ ﺮ ﻌ ﺮ ﺑِﺎ ﹶﳌ ﻣ ﻠﻮ ﹶﺓ ﻭﹾﺃ ﹶﺍِﻗ ِﻢ ﺍﻟﺼﻨﻲﺑﻳﺎ 38 17 ﻮ ِﺭ ﻟﻘﻤﺎﻥ ﺰ ِﻡ ﺍﻻﹸﻣ ﻋ ﻦ َ ِﻣ Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah . QS Luqman 17 Supaya anak mengetahui bagaimana caranya taat dan tidak menyekutukannya. Seorang anak yang telah mencapai usia tamyiz, maka 37 38 Soenarno, Al-qur’an danTerjemahnya, Semarang CV Asy-Syifa , 1992, hlm. 654 Op-Cit, hlm. 655 26 hendaklah tidak dibiarkan meninggalkan thaharah dan sholat, juga mulai diperintah berpuasa beberapa hari dibulan Untuk membentuk jiwa keagamaan anak, meskipun anak yang belum mencapai tamyiz, anak bisa diperkenalkan aktivitas-aktivitas keagamaan seperti anak diajak pergi ke masjid, wudhu, bersahur dan buka puasa. Semua aktivitas tersebut dapat dilakukan oleh setiap keluarga dalam kehidupan keseharian. Ibadah tersebut ditanamkan sejak pertumbuhannya. Sehingga ketika anak tumbuh dewasa, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hal-Nya, bersandar kepada-Nya, dan berserah diri kepada-Nya. Disamping itu, anak akan mendapatkan kesucian rohani, kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan d dalam ibadahibadah 2. Akhlak Terhadap Orang Tua Orang tua merupakan orang yang telah bersusah payah menjaga, memelihara, dan mendidik kita, lantaran itu tidak patut dan wajib kita menjaga diri jangan sampai terunjuk satu perangai yang kurang baik atau terlanjur satu perkataan yang kurang manis terhadap ibu ﺎﻬﻤ ﻭﹸﻗ ﹾﻞ ﹶﻟ ﺎﻫﻤ ﺮ ﻬ ﻨﺗ ﻭ ﹶﻻ ﺎ ﹸﺍﻑﻬﻤ ﺗﻘﹸ ﹾﻞ ﹶﻟﻼ ﺎ ﹶﻓ ﹶﻫﻤ ﻼ ﻭ ِﻛ ﹶ ﺎ ﹶﺍﻫﻤ ﺪ ﺣ ﺮ ﹶﺍ ﺒﻙ ﺍﹾﻟ ِﻜ ﺪ ﻨﻦ ِﻋ ﻐ ﺒﻠﹸﻳ ﺎِﺍﻣ 42 32 ﺎ ﺍﻻﺳﺮﺃﻳﻤﻮ ﹰﻻ ﹶﻛ ِﺮ ﹶﻗ Kalau salah seorang dari pada mereka itu atau keduanya telah tua, maka janganlah engkau berkata perkataan menunjukkan kebencian 39 Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati; Menbentuk Akhlak Mulia ; Penj. Muhammad alBaqir, Bandung Karisma,2001, hlm. 110 40 Abdullah Nashihul Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta Pustaka Amani, 1995, 41 Kesopanan Tinggi, Bandung Diponegoro, 1993, hlm. 12 42 Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op-Cit, hlm. 427 27 seperti “Ah” dan janganlah engkau hadapkan kepada mereka itu yang kasar, tetap hendaklah engkau berkata kepada mereka itu perkataan yang mulia. Bani Israil 23 Sebagai seorang anak yang saleh, apabila orang tua sedang memberi nasehat, maka hendaknya didengarkan dengan sebaik-baiknya, lekas dan cepatlah datang, jika mereka memanggil dengan penuh kesopanan dan rendah hati dihadapan keduanyaِ 43 24 ﺍﻻﺳﺮﺃ000000 ﻤ ِﺔ ﺣ ﺮ ﻦ ﺍﻟ ﺡ ﺍﻟ ﹸّﺬﻝﱢ ِﻣ ﺎﺟﻨ ﺎﻬﻤ ﺾ ﹶﻟ ﺣ ِﻔ ﺍﻭ Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sanyang. Al-Isra’ ; 24 Al-Ghazali mengatakan hendaknya anak haruslah dididik untuk selalu taat kepada orang tua, gurunya serta yang bertanggung jawab siapa saja yang lebih tua dari padanya, dan agar ia senantiasa bersikap sopan dan tidak bercanda atau bersendau gurau dihadapan 3. Akhlak Ketika Makan Hendaknya anak dibiasakan makan disertai niat agar mendapat kekuatan untuk taat dan beribadah kepada Allah SWT. Sebelum makan hendaknya diperintah untuk mencuci kedua tangannya, karena Rasulluh SAW. Sebelum makan beliau berwudhu untuk menghilangkan kefakiran dan berwudhu setelah makan untuk menghilangkan gangguan setan. Makanlah diawali dengan membaca basmalah dan menggunakan tangan yang kanan, awali dan diakhiri dengan memakan garam. Dan kecilkan suapan dan perbanguskan Dan perhaluslah kenyahan, makanlah dari arah 43 Ibid, Hlm. 428 Al-Ghazali, Op-Cit, hlm. 110 45 Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Bandung Mizan, 1997, hlm. 126 44 28 pinggir-pinggir piring, tidak makan dari atasnya,46 janganlah mengulurkan tangan pada suapan yang lain sebelum menelan suapan pertama dan jangan mencela makanan. Makanlah makanan yang dekat letaknya, kecuali buah-buahan, janganlah meniup makanan yang panas, karena hal itu bersihkanlah sisa makan dijari-jejari dengan melumatinya, lalu membaca hamdalah, sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada Allah SWT. 4. Akhlak Ketika Minum Sebelum minum periksalah tempat air gelas, kemudian membaca basmalah setelah itu mengucapkan hamdalah, minumlah seteguk, jangan mengumpulkan air di dalam mulud yang kemudian diminum sekaligus, janganlah bernafas di dalam gelas. 5. Akhlak Terhadap Lingkungan Apabila anda bertemu dengan kawan maupun musuhmu ucapkanlah salam terlebih dahulu dan hadapilah dengan wajah yang menunjukkan kegembiraan dan kerelaan serta penuh kesopanan dan ketengan, jangan sekali-kali menampakkan sikap angkuh, sombong dan merasa tinggi Jenguklah apabila ia sakit dengan membawa oleh-oleh kesukaannya, dan ucapkanlah selamat jika ia sukses meraih cita-citanya. 6. Akhlak Dalam Berpakaian Hendaklnya diajarkan kepadanya agar menyukai pakaian yang putihputih saja, bukan yang berwarna ataupun yang terbuat dari sutra, sebab kedua 46 Imam Al-Ghazali, Kaidah-kaidah Sufistik Keluar dari Kemelut Tipu Daya, Surabaya Risalah Gusti, 1997, hlm. 49-50 47 Op-Cit, hlm. 127 48 Jamaluddin Al-Qosimi, Op-Cit, Hlm. 387 29 jenis jenis pakain tersebut seperti itu hanya untuk perempuan atau yang berlagak kebanci-bancian, dan karennya, laki-laki tidak pantas mengenakannya. Keterangan seperti ini, hendaklnya diulang-ulang, bahkan jika melihat seorang anak laki-laki mengenakan baju berwarna atau terbuat dari sutra, maka sebaiknya si ayah mengecamnya dan menengaskan lagi bahwa yang demikian itu tidak baik bagi Dan anak hendaknya diajarkan pula untuk tidak suka pada kemewahan yang mengakibatkan pada pemborosan. Sebagaimana dijelaskan oleh al-Ghazalai yang dikutib oleh Zainuddin, sebagai berikut Jangan digemari berhias yang tidak sepatutnys stsu apa saja yang menimbulkan keborosan. Jikalau ini dilakukan, pasti usia anak itu nantinya akan dihabiskan saja pada waktu besarnya, dan dengan demikian akan rusaklah jiwanya sepanjang masa dan tahan menderita, serta ingin berkecimpung dalam kenikmatan saja, sekalipun kehormatan dan haknya akan C. Pemikiran al-Ghazali tentang Adab Murid terhadap Guru Dalam proses pendidikan yang berlangsunng, tidak lepas dari interaction education hubungan antara murid dengan guru. Di mana seorang murid itu dalam menuntut ilmu bukan mencari lembaga tetapi mencari guru, mengapa? Karena seorang murid ini akan mengabdi kepada gurunya. Hubungan yang terjalin antara murid dengan guru selalu intim, sebagaimana murid menghormati gurunya seperti seorang ayah dan mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang tidak langsung berkaitan dengan pendidikannya secara formal. Hubungan yang terjalin antara murid dan gurunya ini, akan memberi pengaruh sikap dan kepribadian murid dalam kesehariannya, dan berhasil atau tidaknya dalam mencapai cita-cita yang akan dicapainya dan manfaat atau tidaknya ilmu yang diprolehnya selama belajar selama bersama syaihnya. Oleh 49 50 Mengobati Op-Cit, Hlm. 105 Zainuddin, Op-Cit, Hlm. 110-111 30 karena itu al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Ihya Ulumuddin nya, adab murid terhadap guru yang harus dimilikinya, supaya apa yang dicita-citakan oleh murid akan berhasil dengan baik, dan adab murid terhadap guru antara lain ﺍﻥ ﻻ ﻳﺘﻜﱪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻻ ﻳﺘﺄﻣﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﻌﻠﻢ.1 Seorang Pelajar itu jangan menyombong dengan ilmunya dan jangan menentang Seorang murid hendaklah mendengarkan dengan baik semua nasehatnasehat gurunya dan mengindahkannya atau melaksanakan dalam kehidupan sehari yakni tindak tanduknya ketika dalam menuntut ilmu supaya ilmu itu mendekat tidak menjauh demi mendapatkan ilmu yang bermanfaat . Alangkah baiknya seorang pelajar ini, mematuhi dan melaksanakan segala nasehat, perintah atau perkataan gurunya. Nasehat yang diberikannya bermanfaat bagi murid untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻰ ﻟﻄﺎﻟﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺘﻜﱪ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﻭ ﻣﻦ ﺗﻜﱪﻩ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺍ ﻥ ﻳﺴﺘﻨﻜﻒ.2 ﻋﻦ ﺍﻻﺳﺘﻔﺎﺩﺓ ﺇﻻﻣﻦ ﺍﳌﺮﻣﻮﻗﲔ ﺍﳌﺸﻬﻮﺭﻳﻦ Tidaklah layak seorang pelajar menyombongkan terhadap gurunya, termasuk sebagian dari pada menyombong terhadap guru itu, ialah tidak mau belajar kecuali yang terkenal benar Dalam menuntut ilmu, janganlah memandang siapa yang menyampaikannya guru apakah ia terkenal atau tidak, karena ilmu pengetahuan itu bagaikan barang yang hilang dari tangan seorang mu’min, yang harus dipungut atau dicarinya dimana saja diperolehnya. Dan hendaklah mengucapkan rasa terima kasih kepada siapa saja yang membawanya kepadanya. Sebagaimana ungkapkan syair sebagai berikut 51 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin I, Indonesia Toha Putra, hlm. 50 Loc-Cit 52 31 Pengetahuan adalah perjuangan Bagi pemuda yang bercita-cita tinggi Seumpamanya banjir itu adalah perjuangan Bagi sesuatu tempat tinggi…..….53 ﻓﻼ ﻳﻨﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﺎ ﻟﺘﻮﺍ ﺿﻊ ﻭﺇﻟﻘﺈﺍﻟﺴﻤﻊ.3 Ilmu pengetahuan tidak tercapai selain dengan merendahkan diri dan penuh Sebagaimana seorang murid dalam menuntut ilmu, janganlah sifat tamak dalam menginginkan sesuatu yang belum semestinya, sebab hanya akan menghasilkan dirinya hina. Dan menjaga sesuatu yang mengakibatkan ilmu beserta ahlinya menjadi hina, akan tetapi hendaklah tawaduk rendah hati, karena dengan tawaduk ilmu itu akan melekat dalam hati sehingga manusia yang beradab/bermoral. ﻭ ﺑﻪ ﺍﻟﺘﻘﻲ ﺍﱃ ﺍﳌﻌﺎﱃ ﻳﺮﺗﻘﻰ ﺍﻥ ﺍﻟﺘﻮﺍ ﺿﻊ ﻣﻦ ﺧﺼﺎﻝ ﺍﳌﺘﻘﻰ Sesungguhnya sikap tawaduk rendah hati adalah sebagian dari sifat-sifat orang yang takwa kepada Allah SWT. Dan dengan tawaduk akan semakin baik derajatnya menuju Selain tawaduk, hendaklah murid mendengarkan keterangan guru dengan penuh perhatian, supaya dapat menyerap seluruh yang disampaikan guru. Tiada yang menolong kepada pemahaman selain dengan mempergunakan pendengaran dengan berhati-hati dan sepenuh jiwa. Meskipun keterangan itu sudah pernah didengar seribu kali, hendaknya keterangan tersebut didengarkan seperti ia mendengarkan pertama kali. 53 Loc,Cit Loc-Cit 55 Syaik Az-Zarnuji, Penj Noor Anfa Shiddiq,Terjemah Ta’limMuta’lim, Surabaya AlHidayah, hlm. 14 54 32 Dalam hal ini al-Ghazali mengibaratkan seorang murid bagaikan tanah kering yang disirami hujan lebat. Maka meresaplah keseluruhan bahagiannya dan meratalah keseluruhannya air hujan 57 ﻭﻣﻬﻤﺎ ﺃﺷﺎﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺑﻄﺮﻳﻖ ﰲ ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ﻓﻠﻴﻘﻠﺪﻩ ﻭﻟﻴﺪﻉ ﺭﺃﻳﻪ.4 “Manakala guru itu menunjukkan jalan kepadanya hendaklah ditaati dan ditinggalkan pendapat sendiri.” Seorang pelajar hendaklah mentaati apa yang menjadi keputusan gurunya dalam meneىtukan kurikulum, jangan mengikuti pendapat dan kehendaknya sendiri, karena guru lebih tahu tingkatan-tingkatan pengetahuan yang harus diberikan kepadamu. Dari uraian di atas menimbulkan beberapa adab yang sejalan dengan uraian tersebut yang telah disebutkan dalam karangan beliau dalam kitab Bidayatul Bidayah yaitu Jangan bertanya jika belum minta izin lebih 59 43 ﻮ ﹶﻥ ﺍﻟﻨﺤﻞ ﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﻢ ﹶﻻ ﺘﻨﻫ ﹶﻞ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛ ِﺮ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ ﺍ ﹶﺃﺴﹶﺌﹸﻠﻮ ﻓ Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu. An-Nahl ayat 43 Izin seorang pelajar terhadap gurunya dalam bertanya sesuatu sangat penting karena di mana seorang guru jelas lebih tahu letak penyampaian ilmu yang harus diselesaikan lebih jelasnya menjaga kesopanan. Bertanya tentang soal yang belum sampai tingkatanmu memahaminya, adalah dicela, karena itulah, maka khaidir melarang Musa bertanya. 56 Al-Ghazali, Loc-Cit. Loc-Cit. 58 Al-Ghazali, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Al-Hidayah, Semarang AlAlawiyah, hlm. 88 59 Soenarjo, Op-Cit., 57 33 Seabagaimana ungkapan al-Ghazali sebagai berikut Tinggalkan bertanya sebelum waktunya ! guru lebih tahu tentang keahlianmu dan kapan sesuatu ilmu harus diajarkan kepadamu. Sebelum waktu itu datang dalam tingkatan mana pun juga, maka belumlah datang waktunya untuk Hal di atas jelaslah bahwa seorang pelajar harus sopan dan tidak boleh melontarkan pertanyaanatau perkataan yang belum minta izin terhadap gurunya atau tiba-tiba berbicara dan bertanya. Dari itu tinggalkanlah bertanya sebelum waktunya, guru lebih tahu tentang keahlianmu dan kapan sesuatu ilmu harus diajarkan kepadamu. Sebelum waktunya untuk bertanya. Hal ini sebagaimana diungkapkan nahi mungkar kepada Nabi Musa As dalam surat Al-Kahf;ayat 70 61 70 ﺍ ﺍﻟﻜﻬﻒ ِﺫ ﹾﻛﺮﻨﻪﻚ ِﻣ ﺙ ﹶﻟ ﺣ ِﺪ ﹶ ىﺎﹸﺣﺘ ﻴ ٍﺊﺷ ﻦ ﻋ ﺴﹶﺌ ﹾﻠﻨِﻰ ﺗَ ﻼ ﺘﻨِﻰ ﹶﻓ َﹶﻌ ﺒﺗﹶﻓِﺈﻥﱠ ﺍ Jika engkau mengikuti aku maka janganlah bertanya tentang ssesuatu, sehingga aku sendiri yang akan menceritakan kepadamu nanti. 70 ﻭﻳﻨﺒﻐﻰ ﺃﻥ ﻳﺘﻮﺍ ﺿﻊ ﳌﻌﻠﻤﻪ ﻭﻳﻄﻠﺐ ﺍ ﻟﺜﻮﺍﺏ ﻭ ﺍ ﻟﺸﺮﺍﻑ.5 Seharusnya seorang pelajar itu, tunduk kepada gurunya, mengharap pahala dan kemuliaan dengan berkhitmat Seorang pelajar hendaknya mendengarkan keterangan gurunya, mengharapkan pahala dari guru yakni mengharapkan keridha’an guru dengan tidak banyak bertanya sewaktu guru kelihatan bosan atau kurang 60 Ihya Ulumuddin, Op-Cit, Hlm. 51 Sonarjo, Op-Cit., hlm. 454 62 Loc-Cit. 63 Bidayah,op-cit, Hlm. 89 61 34 Karena kondisi guru kurang enak lebih mempengaruhi cara bicara dan penyampaian seorang guru sehingga percakapan antara keduanya harus melihat kondisi keduanya tersebut seperti ungkapan Hasyim. ﻩ ﺫﻟﻚﺍﻥ ﻳﺘﺼﱪ ﻋﻠﻲ ﺟﻔﻮﺓ ﺗﺼﺪﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻭ ﺳﺆ ﺧﻠﻘﻪ ﻻ ﻳﺼﺪ Seorang pelajar supaya sabar atas keras hati kemarahan yang keluar dari guru/jelek budi pekertinya dan jangan mencengah keluar kemarahan tersebut. Sebagaimana perkataan Ali “Hak dari seorang yang berilmu, ialah jangan engkau banyak bertanya! jangan engkau paksakan dia menjawab, jangan engkau minta, bila dia malas.”64 Kemarahan seorang atau rasa kurang enak kondisi guru tersebut kelihatan dari cara bicara dan paras wajahnya, maka kondisi seperti itu seorang pelajar harus dapat memahami diri dari bertanya, memberikan solusi apabila lagi mencengah dan melarang guru untuk tidak marah. Seorang guru dimanapun tetap akan ingat tugas guru diatas mempunyai tujuan untuk menghargai dan menghormati dengan dihadapan mendapat ilmu pengetahuan yang bermanfaat, karena seorang guru mepunyai tugas menyampaikan ilmu 6. Jika berkunjung kepada guru harus menghormati dan menyampaikan salam terlebih Menghormati guru merupakan salah satu sifat terpuji bahwa kewajiban seorang pelajar terhadap guru untuk mencari kerelaan gurunya dalam memberi ilmunya, seperti dalam kitab adabul’alimi wal muta’alim. ﺍﻥ ﳚﻠﺲ ﺍﻡ ﻣﺎ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺑﺎﻷﺩﺏ ﻛﺄﻥ ﳛﺜﻮ ﻋﻠﻰ ﺭﻛﺒﺘﻴﻪ ﺍﻭ ﳚﻠﺲ ﻛﺎﻟﺘﺸﻬﺪ 66 64 65 Ihya Ulumuddin, Loc-Cit. Bidayah, op-cit., hlm. 88 35 Pelajar hendaknya duduk didepan guru dengan sopan adab seperti pelajar memenuhi meliputi dan merapatkan pada kedua lututnya atau pelajar duduk seperti duduk takhiyat. 7. Jangan berbicara jika tidak diajak bicara oleh Hubungan antara murid dengan guru dalam proses pendidikan yang berlangsung ini memang harus terjalin dengan baik, tetapi ada batasbatasannya untuk menjaga kesopanan murid terhadap ilmu,dan gurunya. ﻭﺍﺫ ﺫﺍﻛﺮ ﺷﻴﺌﺎ ﻓﻼ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﻜﺬﺍ ﺍﻭﺧﻄﺮﱃ ﺍ ﻭﻛﺬﺍ ﻗﻠﺖ ﺍﻭ ﻛﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﻓﻼ ﻥ 68 dan ketika guru berfikir sesuatu maka pelajar tidak boleh bicara, yaitu seperti aku berbicara atau seperti ini berpikir bagiku atau seperti fulan berkata. Berbicara ditengah-tengah waktu guru berbicara atau berpikir sesuatu itu merupakan tindakan yang kurang tepat, karena akan menghilangkan konsentrasi berpikir guru. 8. Jangan sekali-kali su’udhan terhadap guru mengenai tindakan yang kelihatannya mungkar atau tidak diridhai Allah menurut pandangan murid, sebab guru lebih mengerti rahasia-rahasia yang terkandung dalam Dalam belajar murid tidak boleh su’dhan guru mengenai tindakan yang kelihatan munkar, su’udhan ini akan mengkibatkan ilmu yang akan diterima tidak sampai, sebab su’udhan merupakan penyakit hati, maka dari itu murid tidak boleh su’udhan terhadap gurunya, karena tidak tahu rahasia dibalik itu, seperti yang terjadi dengan Nabi Musa terhadap Nabi Khidir, yang telah 66 Syeih Hasyim As’ary, Adabul alimi Wal Muta’alim, Jombang Malitabah Turots alislam, 1415, Bidayah,Op-Cit, 67 Bidayah, loc-cit. 68 Op-Cit, hlm. 37 69 Bidayah, loc-cit 36 membunuh anak kecil. Oleh karena itu salah satu seoran sufi melukiskan kewajiban murid terhadap gurunya dalam sajak sebagai berikut Engkau laksana mayat terlentang Didepan gurumu terletak membentang Dicuci dibalik laksana batang Janganlah engkau berani menentang Perintahnya jangan engkau elakkan Meskipun haram seakan-akan Tunduk dan taat diperntahkan Engkau pasti ia cintakan Biar semua perbuatannya Meskipunbrlaianan dengan syara’nya Kebenaran nanti akan nyatanya Bagimu akan jelas putus asa Pada akhirnya ia terasa Pada akhirnya jelaslah sudah Tampak padanya secara mudah Kekuasaan Allah tidak tertadah Ilmunya luas tidak 9. Seorang pelajar hendahnya bersabar dalam menghadapi pelajaran dan konsekuen pada guru. Sabar merupakan kunci dari keberhasilan mencapai cita-cita, maka murid hendak bersabar menghadapi pelajaran yang dihadapinya, janganlah kamu sibuk dengan ilmu yang lain sebelum kamu dapat menguasai dengan baik ilmu yang pertama tadi. 71 Hal ini tercermin pada firman Allah dalam 70 Bakar Ajheh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo Ramadhani, 1984, 71 Ahmad Sjalaby, Op-Cit, hlm. 313 hlm. 309 37 surat kahfi ayat 67-68, yang mengisahkan Nabi Musa yang tidak bersabar menghadapi Nabi Khaidir. ﺍﺒﺮﺧ ﻂ ﺑِﻪ ﺤ ﹾ ِ ﺗ ﻢ ﺎ ﹶﻟﻋﻠﹶﻰ ﻣ ﺼِﺒﺮ ﺗ ﻒ ﻴﻭ ﹶﻛ . ﺍﺒﺮﺻ ﻲ ﻣ ِﻌ ﻊ ﻴﺘ ِﻄﺴ ﺗ ﻦ ﻚ ﹶﻟ ﻧﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِﺍ 72 68 -67 ﺍﻟﻜﻬﻒ Dia menjawab “Sesungguhnya kamu musa sekali-kali tidak akan sanggup bersamarku. Dan bagaimana kamu sabar atas sesuatu, yang belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu. QS. Alkahfi 67-68 Tetapi Nabi Musa tidak sabar untuk menunggu atau menghadapi pngalamannya bersama Nabi Khaidir, selalu ia bertanya sampai Nabi Khaidir berkata 73 70 ﺍ ﺍﻟﻜﻬﻒ ِﺫ ﹾﻛﺮﻨﻪﻚ ِﻣ ﺙ ﹶﻟ ﺣ ِﺪ ﹶ ىﺎﹸﺣﺘ ﻴ ٍﺊﺷ ﻦ ﻋ ﺴﹶﺌ ﹾﻠﻨِﻰ ﺗَ ﻼ ﺘﻨِﻰ ﹶﻓ َﹶﻌ ﺒﺗﹶﻓِﺈﻥﱠ ﺍ Jika engkau mengikuti aku maka janganlah bertanya tentang sesuatu, sehingga aku sendiri yang akan menceritakan kamu nanti. Al-Kahfi 70 Sikap Nabi Musa syaiknya gurunya, selalu bertanya apa yang diperbuat oleh Nabi Khaidir. Salah satu prinsip dasar dalam hubungan ini adalah rasa hormat seorang murid kepada gurunya, dan rasa seorang guru terhadap muridnya prinsip ini sama pentingnya dalam sistem pendidikan sufi maupun non sufi . 74 Bagi al-Ghazali, ibadah merupakan ibadah internal, bila ingin menanyakan sesuatu, murid harus terlebih dahulu meminta izin dari gurunya, karena hal ini adalah bagian dari manifestasi signifikansi yang lebih tinggi 72 Soenarjo, Op-Cit. Op-Cit 74 Hasan Asri, Op-Cit, Hlm 116 73 38 dikalangan sufi, karena seorang murid sangat tergantung pada guru untuk kemajuannya. Pola hubungan guru murid guru diatas masih cukup relevan untuk diaplikasukn dalam kegiatan belajar-mengajar dimasa sekarang, karena hubungan tersebut disamping tidak akan membunuh kreativitas guru dan murid, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia dikalangan pelajar khususnya, dan pendidikan lain pada umumnya. Para ahli pendidikan Islam masa kini juga telah sepakat bahwa maksud dari pengajaran dan pendidikan bukanlah belum mengetahui tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhillah keutamaan, mempersiapkan mereka untuk sesuatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. 75 Jika hubungan antara anak dan orang tua, murid dan gurunya, tidak terjadi atau jarang, maka kemungkinan besar pengajaran dan tujuan pendidikan tidak akan berhasil. Dengan inilah para orang tua dan pendidikan harus memperhatikan dengan seksama sarana-sarana dan cara yang positif agar ia mencintai anak-anak dan anak-anak mencintai mereka, saling membantu dan berkasih sanyang sesamanya. Dan apabila adab murid tersebut ada diri murid maka dia akan mencapai apa yang dicita-citakan, tetapi apabila dalam hatinya tidak ada, maka ia tidak akan berhasil meskipun kelihatannya berhasil, hal ini dapat dilihat pada tingkah lakunya sehari-hari. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa adab murid terhadap guru itu masih kondisional dengan proses belajar mengajar dimasa sekarang meskipun ada juga yang tidak kondisional apabila diterapkan di dalam proses belajar mengajar 75 al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam, Alih Bahasa Bustami dan Djohar Bahri Jakrta Bulan Bintang , 1993, Cet I, Hlm. 1 39 pada saat sekarang. Adapun yang masih kondisional dalam proses belajar mengajar di masa sekarang adalah a. Seorang Pelajar itu jangan menyombong dengan ilmunya dan jangan menentang Tidaklah layak seorang pelajar menyombongkan terhadap gurunya, termasuk sebagian dari pada menyombong terhadap guru itu, ialah tidak mau belajar kecuali yang terkenal benar keahliannya. c. Ilmu pengetahuan tidak tercapai selain dengan merendahkan diri dan penuh Manakala guru itu menunjukkan jalan kepadanya hendaklah ditaati dan ditinggalkan pendapat sendiri. e. Seharusnya seorang pelajar itu, tunduk kepada gurunya, mengharap pahala dan kemuliaan dengan berkhitmat kepadanya. f. Jika berkunjung kepada guru harus menghormati dan menyampaikan salam terlebih dahulu. g. Jangan berbicara jika tidak diajak bicara oleh guru, h. Seorang pelajar hendahnya bersabar dalam menghadapi pelajaran dan konsekuen pada guru. i. Jangan berbicara jika tidak diajak bicara oleh guru. j. Jangan sekali-kali su’udhan terhadap guru mengenai tindakan yang kelihatannya mungkar atau tidak diridhai Allah menurut pandangan murid, sebab guru lebih mengerti rahasia-rahasia yang terkandung dalam tindakannya. Adab-adab tersebut, masih kondisional dalam proses belajar mengajar di masa sekarang, karena akan membantu dalam keberahasilan belajar murid untuk mencapai citacitanya. Adapun adab murid terhadap guru yang tidak sesuai / tidak kondisional dimasa sekarang adalah a. Seorang pelajar tidak boleh banyak bertanya kepada gurunya sebelum waktunya. Adab ini sudah tidak kondisional lagi digunakan dalam proses belajar mengajar, sebab dimasa sekarang informasi tidak hanya diperoleh dari guru saja tapi bisa juga dari alat elektronika seperti radio, teletisi atau yang lain. -